Mengapa Terdapat Perbedaan Strategi di Antara Pemimpin Indonesia dalam Menghadapi Jepang?

Muflika Nur Fuaddah
Muflika Nur Fuaddah

Editor

(Ilustrasi) Mengapa terdapat perbedaan strategi di antara pemimpin Indonesia dalam menghadapi Jepang?
(Ilustrasi) Mengapa terdapat perbedaan strategi di antara pemimpin Indonesia dalam menghadapi Jepang?

Intisari-Online.com -Mengapa terdapat perbedaan strategi di antara pemimpin Indonesia dalam menghadapi Jepang?

Pertanyaan seputar'mengapa terdapat perbedaan strategi di antara pemimpin Indonesia dalam menghadapi Jepang?'ada dihalaman 130dalambukuSejarah kelas XIdalamKurikulum Merdeka.

Namun sebelum Anda mengetahui mengapa terdapat perbedaan strategi di antara pemimpin Indonesia dalam menghadapi Jepang,Anda harus tahu bahwa pada masa pendudukan Jepang di Indonesia tahun 1942, para pemimpin Indonesia memiliki strategi yang berbeda-beda dalam melawan mereka.

Ada tokoh yang melawan dengan taktik nonkooperatif, ada pula dengan cara kooperatif.

Lantas, mengapa ada perbedaan strategi pemimpin Indonesia dalam melawan Jepang?

Perbedaan Pandangan

Penyebab munculnya perbedaan strategi dalam melawan Jepang adalah adanya perbedaan pandangan dari tokoh pemimpin Indonesia.

Ada pemimpin Indonesia yang berpendapat bahwa sikap kooperatif dan kerja sama merupakan langkah terbaik ketika perang berlangsung.

Sikap kooperatif dilakukan agar tidak lagi ada pertumpahan darah.

Pada masa itu, Jepang memang hanya berusaha bekerja sama dengan para tokoh pergerakan agar rakyat Indonesia bersedia mendengar dan menuruti perintah mereka.

Akan tetapi, dibalik itu, para pemimpin Indonesia juga memanfaatkan kondisi tersebut untuk menanamkan sikap nasionalisme kepada rakyat Indonesia.

Baca Juga: Trending Usai Kemenangan Jepang, Ternyata Ini Sejarah Anime Tsubasa yang Menginspirasi Pesepakbola Dunia

Di samping itu, ada juga yang beranggapan bahwa cara terbaik dalam menghadapi Jepang adalah dengan perjuangan yang bersifat radikal atau non kooperatif.

Taktik non kooperatif dilakukan karena Jepang dianggap tidak mempunyai rasa kemanusiaan ketika menguasai rakyat Indonesia sehingga menimbulkan amarah yang berujung perlawanan.

Tokoh kooperatif dan non-kooperatif

Kooperatif

Tokoh yang berjuang secara kooperatif pada masa pendudukan Jepang adalah:

  1. Soekarno
  2. Mohammad Hatta
  3. Ki Hajar Dewantara
  4. KH Mas Mansyur
Perjuangan kooperatif adalah perjuangan yang sifatnya moderat atau lunak dan bersedia bekerja sama dengan pemerintah penjajah.

Strategi ini dilakukan karena pada waktu itu Jepang melarang berdirinya semua organisasi pergerakan nasional.

Kala itu, Jepang hanya mengakui organisasi-organisasi yang dibentuk dengan tujuan memenangkan Perang Asia-Pasifik.

Bentuk kooperatif yang ditunjukkan oleh para pemimpin Indonesia adalah dengan bersedia bergabung ke dalam organisasi buatan Jepang, seperti Pusat Tenaga Rakyat (Putera), yang dpimpin oleh Empat Serangkai.

Dengan cara ini, masyarakat Indonesia bisa dipersiapkan secara mental maupun fisik untuk nantinya bisa mengejar kemerdekaan Indonesia.

Baca Juga: Mengapa Selama Penjajahannya, Jepang Membagi Indonesia Menjadi Tiga Wilayah?

Selain Putera, ada juga Barisan Pelopor dan Chuo Sangi In.

Ketiga organisasi ini dimanfaatkan oleh para pemimpin Indonesia untuk mempersiapkan diri menghadapi Jepang guna mencapai kemerdekaan.

Non kooperatif

Tokoh-tokoh yang melakukan taktik non kooperatif adalah: Sukarni

  1. Chaerul Saleh
  2. Adam Malik
  3. Armunanto
  4. A.A Maramis
  5. Achmad Subardjo
Strategi non kooperatif dilakukan oleh para tokoh yang menolak bekerja sama dengan Jepang dengan melakukan Gerakan Bawah Tanah.

Gerakan Bawah Tanah adalah gerakan yang dilakukan secara sembunyi-sembunyi oleh rakyat Indonesia karena ketatnya penjagaan pemerintah Jepang saat itu.

Gerakan ini dipelopori oleh Sutan Sjahrir dan Amir Syarifuddin.

Melalui gerakan ini terbentuk kelompok-kelompok yang saling berkomunikasi dan bekerja sama.

Salah satu bentuk kerja sama mereka adalah mendengarkan radio Sekutu secara diam-diam dan kemudian menyebarluaskan informasinya.

Selain itu, ada juga beberapa organisasi yang menerapkan strategi non kooperatif, seperti Sarekat Islam, Perhimpunan Indonesia, Partai Nasional Indonesia, Partai Komunis Indonesia, Partai Indonesia, Persatuan Muslim Indonesia, Partai Solidaritas Indonesia.

Baca Juga: Bagaimana Dampak Penjajahan Jepang Terhadap Sistem Pendidikan di Indonesia?

(*)

Artikel Terkait