Intisari-Online.com - Istilah harem berasal dari bahasa Arab haram yang berarti tempat terlarang.
Kata itu pertama kali muncul di Timur Tengah, di mana harem terdiri dari sultan, ibu, saudara perempuan, istri, anak, dan selir.
Sistem harem, selir, atau pergundikan serupa yang berada di Asia Tenggara bernama zenana.
Zenana, yang artinya 'berkaitan dengan wanita' merupakan bagian dari rumah tangga khusus wanita dalam keluarga Hindu atau Muslim di Asia Selatan.
Tujuan memiliki gundik atau selir yakni untuk meningkatkan prestise pria, salah satunya melalui kemampuannya untuk menghasilkan anak.
Meski begitu, kepemilikan akan gundik juga kesempatan tak terbatas untuk memanjakan hasrat seksual mereka.
Memang menjadi hal yang lumrah pada era peradaban kuno bagi para penguasa dan elite masyarakat untuk memiliki gundik atau selir, termasuk raja-raja di Jawa.
Tak hanya itu, di tanah Jawa Raja Kasunan Surakarta yang memerintah tahun 1893-1939 itu konon memiliki 40 sampai 45 orang selir.
Sejumlah literatur menyebutkan, Sinuhun Pakubuwono X mampu mengatur waktu ketika berhubungan intim dengan para selirnya itu.
Para raja di Jawa Tengah abad ke-19 mempunyai banyak selir di Keputren.
Baca Juga: Panggil Mereka 'Mina' Saja, Bagaimana Para Gundik Serdadu Kolonial Bisa Bernama Sama?
Penulis | : | Muflika Nur Fuaddah |
Editor | : | Muflika Nur Fuaddah |
KOMENTAR