Intisari-Online.com – Isabella dari Valois lahir pada 9 November 1389 di Paris, dari orangtua yang adalah Raja dan Ratu Prancis, Raja Charles VI dan istrinya, Isabeau dari Bavaria.
Isabella merupakan anak ketiga yang lahir dari orangtuanya, meskipun kakak-kakaknya meninggal saat masih bayi.
Sembilan anak lainnya yang lahir dari pasangan itu, termasuk adik laki-laki Isabella, Charles, yang nantinya menggantikan ayahnya sebagai Raja Charles VII dari Prancis.
Sebagai seorang putri Prancis, Isabella tumbuh di mata publik, dan terbiasa dengan kehidupan istana yang mewah.
Namun, itu tidak berarti bahwa Isabella memiliki masa kecil yang riang.
Meskipun ayahnya dimahkotai pada tahun 1380, namun baru pada tahun 1388 Charles memerintah dengan haknya sendiri.
Sebelumnya, pamannyalah yang mengendalikan negara sebagai bupati karena dia masih kanak-kanak.
Ini berarti ketika Charles memulai pemerintahannya nsediri, dia harus mencoba memperbaiki kekacauan pada keuangan Prancis dan menekan pemberontakan yang meluas.
Prancis kala itu sedang berperang dengan Burgundy dan berada di tengah-tengah apa yagn disebut Perang Seratus Tahun dengan Inggris.
Pada tahun 1392, Raja Charles VI dari Prancis mengalami episode psikotik traumatis saat pergi berkampanye militer.
Ini terjadi bukan hanya satu kali, dan Raja terganggu periode penyakit mental yang parah selama sisa hidupnya.
Ayah Isabella ini bahkan sering melewati tahap ketika dia tidak mengenali istri dan anak-anaknya sendiri.
Raja Charles VI akhirnya mengembangkan kondisi yang dikenal sebagai Delusi Kaca, yang membuatnya percaya bahwa dia bisa pecah seperti kaca jika disentuh.
Inilah yang membuat Isabella tidak mudah menjalani kehidupannya saat kanak-kanak.
Pada tahun 1396, Raja Charles VI berusaha berdamai dengan Inggris dan mengakhiri perang yang sedang berlangsung dengan berusaha menikahkan putrinya dengan Raja Inggris.
Pernikahan anak bukanlah hal yang aneh selama Abad Pertengahan, tetapi yang satu ini sangat ekstrem.
Raja Richard II dari Inggris adalah seorang duda berusia 29 tahun, dan Isabella baru berusia enam tahun.
Namun, pernikahan itu tidak boleh dilakukan ketika Isabella masih anak-anak, dan Raja Richard II percaya bahwa dia masih cukup muda untuk menunggu memiliki anak dengan Isabella ketika dia cukup umur.
Pengantinnya yang masih anak-anak itu juga dianggap baik karena Richard dapat membesarkannya di istana Inggris, sehingga bisa dipengaruhi oleh kebiasaan Inggris dan ‘dibentuk’ sesuai keinginan Raja, melansir dari History of Royal Women.
Ketika duta besar Inggris mengunjungi Isabella, dan Sang Putri memberi tahu mereka bahwa jika itu menyenangkan Tuhan dan ayahnya, maka dia senang menjadi Ratu Inggris.
Dia kemudian mempraktikkan peran Ratu saat bermain, dengan gaun pengantin di kopernya serta beberapa boneka dan mainan.
Pada tanggal 9 Maret 1396, sebuah pernikahan yang diwakili berlangsung, dan mahar besar ditantangani ke Inggris dari Prancis.
Baru pada bulan November pernikahan resmi dilakukan secara langsung, dengan Isabella mengenakan mahkota emas dan gaun beludru biru.
Gadis itu dikisahkan menangis pada saat itu, kemudian digendong oleh pamannya.
Sejak saat itu, Isabella tidak lagi menjadi tanggung jawab orangtuanya, dia pindah ke Inggris, yang dibesarkan oleh seorang pengasuh Prancis di istananya sendiri di Kastil Windsor.
Isabella dinobatkan sebagai Ratu Inggris pada tahun 1397, tetapi dia terus tinggal di rumahnya sendiri.
Raja mengunjunginya secara teratur, dan pasangan itu mengembangkan ikatan persahabatan.
Isabella dan pelayannya dengan penuh semangat menunggu kunjungan Raja karena mereka menganggapnya lucu dan baik.
Mungkin bila Isabella sudah cukup umur dan persatuan dengan Richard telah berkemang, mereka bisa saja menikah dengan bahagia, tetapi itu tidak terjadi.
Pada tahun 1399, paman Isabella, Louis I, Adipati Orleans, merebut kekuasaan di Prancis dari ayahnya yang tidak stabil.
Dia tidak ingin melanjutkan perdamaian dengan Prancis, jadi dia mendukung saingan dan sepupu Raja Richard bernama Henry Bolingbroke dalam tujuannya untuk meninggalkan Prancis dan menguasai Inggris.
Pada saat itu, Raja Richard sedang pergi ke Irlandia, sehingga relatif mudah bagi Henry Bolingbroke untuk mendapatkan dukungan dari banyak bangsawan Inggris.
Selama periode ini, Isabella dipindahkan dari satu tempat ke tempat lain dan akhirnya dimasukkan ke dalam tahanan rumah, pengalaman yang menakutkan bagi seorang anak.
Pada Agustus 1399, Raja Richard II menyerah kepada para pemberontak, dia dipenjarakan, dan pada 13 Oktober, Inggris memiliki raja baru dengan Henry Bolingbroke menjadi Raja Henry IV dari Inggris.
Pada bulan Februari tahun berikutnya, diumumkan bahwa Richard sang Raja yang digulingkan meninggal, meski belum jelas bagaimana dia meninggal.
Masih muda dan janda, Isabella terjebak di Inggris dengan nasib yang tidak jelas.
Raja yang baru berharap Isabella menikahi putranya Henry, tetapi bocah sepuluh tahun yang pemberani itu menolak dan secara terbuka meratapi kematian suaminya.
Pada tahun 1401, Isabella akhirnya kembali ke Prancis, meskipun mas kawinnya hilang di Inggris.
Pada tahun 1406, dia menikah lagi, kali ini dengan sepupunya Charles yang menjadi Adipati Orleans setelah pernikahan mereka.
Pada 13 September 1409, Isabella meninggal saat melahirkan, dia meninggalkan seorang putri tunggal bernama Joan.
Karena Isabella telah menolak untuk menikahi putra Henry IV, Henry, saudara perempuannya Catherine kemudian menikahinya dan menjadi Ratu Inggris ketika dia menggantikan takhta sebagai Henry V.
Baca Juga: Akhiri Tradisi Selama 200 Tahun, Raja Charles III Ogah Tinggal di Istana Buckingham, Apa Alasannya?
Baca Juga: Raja Charles III Akan Dimahkotai pada Mei 2023; Inilah Asal-usul Ritual Kuno Kerajaan Inggris Itu
Temukan sisi inspiratif Indonesia dengan mengungkap kembali kejeniusan Nusantara melalui topik histori, biografi dan tradisi yang hadir setiap bulannya melalui majalah Intisari. Cara berlangganan via https://bit.ly/MajalahIntisari