Ritual ‘Panggih’, Tradisi Pernikahan Adat Yogyakarta yang Mungkin Dijalani Kaesang Pangarep dan Erina Gudono

K. Tatik Wardayati

Editor

Ritual 'panggih' dalam tradisi pernikahan adat Yogyakarta.
Ritual 'panggih' dalam tradisi pernikahan adat Yogyakarta.

Intisari-Online.com – Rencana pernikahan putra bungsu Presiden Joko Widodo, Kaesang Pangarep, dengan kekasihnya, Erina Gudono, kemungkinan akan digelar pada Desember 2022 nanti.

Prosesi pernikahan Kaesang Pangarep dan Erina Gudono nanti akan dilakukan di Yogyakarta, dimulai dari hari Rabu hingga Sabtu, tanpa disebutkan tanggal pastinya.

Erina Gudono merupakan gadis Yogyakarta yang tinggal di kampung Purwosari, Sinduadi, Mlati, Sleman, Yogyakarta.

Prosesi pernikahan mereka dimulai dengan tradisi tonjokan pada hari Rabu, yang biasanya dilakukan dengan menggelar syukuran dan menghantarkan berkat kepada warga atau tetangga sekitar.

Setelah itu, pada hari Kamis, akan diadakan pengajian, lalu ritual siraman akan dilakukan pada hari Jumat.

Kemudian pada keesokan harinya akan diadakan akad nikah yang dilakukan di Pendopo Agung Hotel Ambarrukmo, Yogyakarta, dengan undangan terbatas hanya 100 orang.

Demikian hal tersebut disampaikan oleh Muhaimin, paman Erina Gudono, mewakili keluarga beberapa waktu lalu.

Bila mengikuti adat Yogyakarta, setelah akad nikah yang dilakukan secara keagamaan, maka Kaesang Pangarep dan Erina Gudono, akan melakukan ritual ‘panggih’.

Ritual ‘panggih’ dalam adat perkawinan Jawa, khususnya adat Yogyakarta, merupakan puncak dari rangkaian upacara adat yang mendahuluinya.

Berikut ini langkah-langkah ritual ‘panggih’ secara adat Yogyakarta, yang dikutip dari Buku Tata Rias Pengantin Gaya Yogyakarta, terbitan Gramedia (1993).

1. Pengantin pria yang didampingi pendamping pria dan diikuti oleh para pengiring sampai di tempat upacara. Kedatangan pengantin pria ini disambut dengan gendhing bindri.

Dengan formasi iringan adalah: pembawa sanggan berada paling depan, diikuti oleh pengantin pria yang didampingi oleh dua pendamping pria, kemudian para pengiring.

2. Rombongan pengantin pria berhenti pada tempat yang ditentukan, biasanya di depan tarub, yaitu hiasan janur pada pintu gerbang tempat resepsi.

Pembawa sanggan yang terdiri dari 2 orang ibu, seorang ibu yan didampingi seorang ibu pembawa sanggan, langsung masuk ke dalam.

Sanggan disrahkan kepada ibu pengantin wanita yang telah siap di tempat yang ditentukan.

Penyerahan sanggan ini mengandung maksud memberi tahu bahwa pengantin pria sudah datang, dan memohon agar pengantin wanita dibawa keluar untuk segera diadakan upacara panggih.

3. Setelah sanggan diterima, pengantin wanita dibawa keluar dengan didahului keluarnya sepasang kembar mayang yang dibawa oleh dua orang ibu.

Keluarnya pengantin wanita ini diiringi gendhing ladrang pengantin.

Kemudian kembar mayang dibawa keluar melewati sisi kanan dan kiri pengantin keluar, dan langsung dibuang di jalan simpang empat.

Formasi iring-iringan pengantin wanita adalah: pembawa kembar mayang berada paling depan, diikuti oleh sepasang patah, pengantin wanita yang didampingin oleh pendamping putri, lallu domas, yang berfungsi sebagai pengiring pengantin, menempati urutan di belakang pengantin.

4. Setelah kedua pengantin sampai di depan tarub, tanpa perlu diberi aba-aba langsung dilaksanakan ritual balang-balangan suruh, dengan cara pengantin pria dan pengantin wanita melempar gulungan sirih dengan tangan kanan dan kiri.

Pengantin pria melempar empat kali, sednagkan pengantin wanita hanya tiga kali.

5. Pengantin pria dan wanita mendekat pada ranu pada untuk memulai ritual wijikan, yaitu alas kaki pengantin pria dilepas, kemudian kedua kaki dimasukkan ke dalam ranu pada.

Pengantin wanita berjongkok di depan pengantin pria dan membasuh kedua kakinya, sekurang-kurangny asampai 3 kali guyuran, lalu pengantin wanita membersihkannya, setelah itu pengantin pria mengenakan alas kaki kembali.

6. Dilanjutkan dengan ritual memecah telur, yaitu kedua pengantin berdiri saling berhadapan.

Juru paes mengambil telur dari bokor air sritaman, lalu disentuhkan pada dahi pengantin pria kemudian pada dahi pengantin wanita, lalu dibanting di ranu pada.

7. Kedua mempelai berdiri berdampingan dengan kelingking tangan kiri pengantin pria dikaitkan dengan kelingking tangan kanan pengantin wanita, dengan posisi kelingking terkait ini, keduanya berjalan menuju pelaminan.

Di tempat ini, orangtua pengantin wanita sudah siap menunggu.

Urutan prosesi, yaitu: patah berada di paling depan, lalu pengantin berdua yang didampingi pendamping putri pada sisi kanan dan kiri mempelai, di belakangnya baru pengiring pengantin wanita dan pria.

8. Setelah kedua pengantin duduk di pelaminan, ritual tampa kaya dimulai, dengan pengantin wanita mengambil kain mori yang sudah disiapkan dan membukanya di atas pangkuan.

Lalu pengantin pria berdiri dan mengambil kaya kemudian menuangkannya sedikit demi sedikit termasuk kain pembungkus kaya ke dalam kain mori di pangkuan pengantin wanita.

Diusahakan jangan sampai ada kaya yang jatuh, kono, bila ada yang jatuh menandakan bahwa ekonomi rumah tangga mereka akan boros.

Lalu, pengantin wanita mengikat kain mori yang sudah berisi kaya tersebut dan menitipkannya kepada ibunya.

9. Ritual Dhahar klimah, seperti ini melakukannya: juru paes menyerahkan nasi kuning kepada pengantin pria dan piring kosong kepada pengantin wanita.

Sesudah mencuci tangan, pengantin pria mengambil nasi kuning tesebut dengan cara dikepal sebanyak tiga kali, setiap kali ditaruh di piring kosong yang dipegang pengantin wanita.

Lalu, kedua pengantin cuci tangan, setelah itu pengantin wanita memakan nasi kepalan yang ada di piringnya.

Pengantin pria tidak ikut makan, tapi hanya diam memperhatikan, setelah selesai, keduanya minum bersama-sama.

10. Sampai sejauh ini, orangtua pengantin pria belum terlihat, demikianlah adat Yogyakarta.

Setelah ritual dhahar klimah¸barulah orangtua pengantin wanita menjemput orangtua pengantin pria atau besan, yang dilakukan di pintu gerbang atau tarub.

Mereka saling berjabat tangan, lalu masuk ke tempat pahargyan, yang sudah dihadiri tamu, sebaiknya ibu berjalan berdampingan dengan ibu, dan bapak dengan bapak.

Sewaktu akan duduk, orangtua pengantin wanita mengantarkan besarn duduk di sebelah kiri pengantin wanita, baru orangtua pengantin wanita duduk di sebelah kanan pengantin pria.

11. Ritual selanjutnya adalah sungkem. Biasanya dilakukan dengan cara pengantin setengah berlutut atau jongkok di depan orangtuanya, menyembah, lalu kedua tangan pengantin menyangga lutut kanan orangtuanya dan mencium lutut tersebut.

Kedua tangan orangtua ditumpangkan pada bahu pengantin untuk memberi berkat. Terakhir, pengantin menyembah lagi.

Demikian rangkaian ritual panggih dalam rangkaian tradisi pernikahan adat Yogyakarta.

Baca Juga: Ritual ‘Midodareni’, Turunnya ‘Bidadari’ Percantik Calon Pengantin pada Tradisi Pernikahan Adat Yogyakarta

Baca Juga: Bagaimana Hitung Weton Jawa Pernikahan Kaesang Pangarep dan Erina Gudono?

Temukan sisi inspiratif Indonesia dengan mengungkap kembali kejeniusan Nusantara melalui topik histori, biografi dan tradisi yang hadir setiap bulannya melalui majalah Intisari. Cara berlangganan via https://bit.ly/MajalahIntisari

Artikel Terkait