Intisari-Online.com - Korban meninggal dalamtragedi Stadion Kanjuruhan menjadi 131 orang.
Hal itu disampaikan olehKementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan.
Sementara para korban laindalamtragedi Stadion Kanjuruhanada yang masih menjalani perawatan di beberapa rumah sakit di Malang.
Beginilah cerita mereka para saksi hidup tragediStadion Kanjuruhan.
Dilansir daribatam.tribunnews.com pada Rabu (5/10/2022),Fathir Muhammad (21) pergi menonton laga Arema FC vs Persebaya Surabaya bersama sepupunyaMita Maulidya (24).
Saat itu, Fathir, Mita, dan sejumlahnya duduk di tribune 13 Stadion Kanjuruhan.
Lalu mendadak gas air mata ditembakkan ke arah tribune 13. Tembakan itu langsung membuat semua penonton berlarian. Termasuk dirinya dan Mita.
"Karena suasana panik, saya dan Mita terpisah. Saya tidak tahu keberadaannya," cerita Fathir.
"Asap membuat mata pedih dan napas terasa sesak."
Fathirsendiri selamat dalam tragedi mematikan itu. Sebab dia berlarimenuju pagar tribune.
Dia berhasil keluar dari tribune 13 dengan cara memanjat pagar tribun dan turunshuttle ban (lintasan lari) pinggir lapangan.
Setelah itu, dia berhasil keluar dari stadion.
Namun hal itu tidak terjadi pada sepupunya, Mita.
Fathir diberitahu bahwa sepupunya telah meninggal dunia dan jenazahnya ada tribune VIP.
"Saya menuju ke sana. Jenazah adik saya langsung dibawa pulang ke rumah duka dengan ambulans," kenangnya.
Terpisah,Rifqi Aziz Azhari juga merupakan salah seorang suporter Aremania yang hadir di stadion.
Saat kejadian, dia beradatribune VIP.
Meski lokasinya jauh dari tribune 13, namun efek dari gas air mata hampir terasa di dalam seluruh stadion.
"Polisi menembak ke tribune 13 dan 14, namun terbawa sampa VIP," ungkap Rifqi.
Alhasil orang-orang berlarian. Namun beberapa ada yang kejang-kejang. Mukanya sampai biru.
"Yang saya lihat lima korban, satu polisi, sudah meninggal," tuturnya.
Beda lagi dengan Evi Elmiati. Dia harus kehilangan suami dan anaknya dalamtragedi Kanjuruhan ini.
"Suami dan anak saya meninggal. Anak saya baru berusia 3,5 tahun,"ucap Evi.
Kepada kompas TV, Evi bercerita bahwa dia terpisah dengan suami dan anaknya saat orang-orang berlarian.
Kata Evi ada seorang perempuan yang memeluknya dan mengajaknya ke tribun atas.
Sementara suami dan anaknya pergi ke pintu 13, pintu yang menyebabkan banyak korban terinjak-injak.
Baik Evi dan Rifqi melihat bagaimana orang-orang terinjak-injak. Ini karena mereka saling dorong untuk menyelamatkan nyawa.
"Yang paling parah itu yang ada di tribune 13 dan 14."
"Ini karena polisi yang menembakkan itu posisinya ada di tribune 14.
"Kenapa yang ditembak yang di tribune? Padahal di sana ada anak-anak, perempuan juga," ungkap Rifqi.