Intisari-Online.com - Siapa dalang G30S PKI menjadi misteri dari salah satu tragedi kelam dalam sejarah Bangsa Indonesia ini.
Peristiwa ini terjadi lebih dari setengah abad lalu, tetapi tak terungkap benar-benar siapa dalang G30S.
Selama ini hanya muncul sejumlah versi dalang G30S, salah satunya menyebut CIA atau Agen Intelijen Amerika yang ada di balik peristiwa ini.
Lalu, bagaimana CIA menjadi salah satu dari sekian versi dalang G30S yang ada?
Untuk diketahui setidaknya ada 5 versi dalang di balik Gerakan 30 September 1965 yang menewaskan 6 orang jenderal dan seorang perwira ini.
Kelima versi tersebut seperti dilansir dari Historia.id, dalam artikel berjudul Lima Versi Pelaku G30S oleh Randy Wirayudha, di antaranya PKI, konflik internal Angkatan Darat, Presiden Soekarno, Letjen Soeharto, hingga CIA.
Dalam versi CIA yang menjadi dalang di balik G30S adalah terkait dengan terjadinya Perang Dingin.
Saat itu, Amerika Serikat berebut pengaruh dengan Uni Soviet yang menyebarkan komunisme.
Tim Weiner dalam bukunya Legacy of Ashes: The History of the CIA (2011) menuturkan, saat itu AS mengkhawatirkan sikap Presiden Soekarno yang cenderung memihak komunisme.
Apalagi, Soekarno juga pernah menghina AS dengan menolak bantuan keuangan dari IMF.
"Go to hell with your aid!" begitu ungkapan Soekarno yang menolak bergabung dengan Blok Barat.
Disebut dengan latar belakang itu, dalam versi dalang G30S ini, CIA pun diberi tugas untuk menyingkirkan Soekarno.
Kemudian, sejak dekade 1950-an, CIA mencoba berbagai operasi rahasia mulai dari membuat film porno dengan Soekarno palsu hingga menyuplai senjata untuk pemberontakan.
Amerika mencoba mendekati militer, kendati militer sendiri terpecah menjadi beberapa faksi.
Satu yang diyakini bisa digunakan Amerika Serikat adalah Menteri/Panglima Angkatan Darat Letnan Jenderal (Letjen) Ahmad Yani.
"Duta Besar Amerika yang baru untuk Indonesia, Howard Jones, mengirim pesan telegram kepada Menlu, mengabarkan bahwa Jenderal Nasution adalah antikomunis yang dapat dipercaya dan para pemberontak tidak memiliki peluang untuk menang," tulis Weiner.
Amerika Serikat menyiapkan beberapa opsi terkait situasi politik di Indonesia.
Selain itu, menurut David T Johnson dalam Indonesia 1965: The Role of the US Embassy, Amerika menyiapkan beberapa opsi terkait situasi politik di Indonesia.
Opsi tersebut di antaranya membiarkan saja, membujuk Soekarno beralih kebijakan, menyingkirkan Soekarno, mendorong Angkatan Darat merebut pemerintahan, merusak kekuatan PKI dan merekayasa kehancuran PKI sekaligus menjatuhkan Sukarno.
Kemudian, opsi terakhirlah yang dipilih.
Sementara itu, dalam bukunya A Magic Gecko, Peran CIA di Balik Jatuhnya Soekarno (2011), Horst Henry Gerken bercerita bahwa keresahan politik saat itu mengenai PKI sudah tersebar di mana-mana.
Saat itu PKI telah tumbuh besar dan diisi atau terafiliasi dengan sejumlah politisi penting, tokoh militer, dan pengusaha.
Konon, jika kudeta terjadi, harta milik semua orang akan disita atau dilikuidasi.
Disebut kondisi politik saat itu amat membingungkan.
Pengganti Howard Jones, Marshall Green, dan agen CIA Edward Masters baru membeberkan keterlibatan CIA dua dekade kemudian.
Pengaruh PKI justru disebut lebih sedikit dalam kudeta dibandingkan CIA.
Kebijakan Soekarno yang anti-Barat dan berorientasi ke Cina menjadi momok bagi AS dan Inggris.
Demikian juga bagi kelompok-kelompok muslim garis keras dan para jenderal.
Sehingga kemudian, AS bersekutu dengan mereka yang juga tak suka dengan Soekarno.
Amerika kemudian disebut memberikan bantuan yang disamarkan kepada Angkatan Darat, termasuk menurunkan peralatan komunikasi yang sangat maju.
Marshall Green pernah mengadakan pertemuan rahasia dengan Adam Malik, agen CIA McAvoy, dan Soeharto.
Saat itu, Adam Malik adalah Duta Besar Indonesia di Rusia yang dipecat oleh Soekarno.
Kemudian, keempatnya bicara soal membebaskan Indonesia dari komunisme.
Pasalnya, Soekarno dianggap terlalu lemah dalam menangani PKI.
Green mengatakan, "Saya memerintahkan agar ke-14 walkie talkie yang ada di Kedutaan Besar untuk keadaan darurat diserahkan kepada Soekarno... Ini untuk keamanan internal tambahan bagi dia dan pejabat terasnya sendiri," kata Green.
Disebut peralatan itu sekaligus jadi alat sadap Kedubes AS.
Untuk menyembunyikan dukungan AS bagi Soeharto pada tahap awal, Angkatan Darat diberi pasokan medis senilai 500.000 dolar AS yang bisa dijadikan uang tunai.
AS juga menurunkan peralatan komunikasi yang sangat maju dengan cuma-cuma.
Atas saran Green, Adam Malik secara diam-diam juga akan diberi uang.
Green menulis sebuah telegram ke pemerintahnya yang berbunyi, "Keinginan kami untuk membantunya dengan cara ini, menurut saya akan menggambarkan dukungan kami atas perannya dalam upaya tentara yang anti-PKI, dan meningkatkan hubungan kerja sama yang baik antara dia dan tentara.
"Kemungkinan bahwa dukungan kami akan terdeteksi atau terungkap sangat minimal."
Seperti itulah versi CIA sebagai dalang G30S, bagaimana intelijen Amerika ini dinilai berperan dalam tragedi kelam Bangsa Indonesia tersebut.
(*)