Intisari-Online.com - Ketegangan antara China dan Taiwan meningkat ketika Ketua DPR Amerika Serikat (AS) Nancy Pelosi berkunjung ke Taiwan pada awal Agustus 2022 kemarin.
Kini keteganganantara China dan Taiwan semakin panas ketikaGubernur negara bagian Indiana, Amerika Serikat (AS), Eric Holcomb, keTaiwan pada hari Minggu lalu.
Tak hanyaGubernur Erik, delegasi Jepang dan delegasi kongres ASjuga datang ke Taiwan pada hari Senin kemarin.
Serangkaian kunjungan kontroversial dari musuh bebuyutannya ke Taiwan itulangsung membuat China bersiap menyerang Taiwan.
Dilansir dariexpress.co.uk pada Rabu (24/8/2022),Chinamenanggapi kunjungannya dengan mengadakan latihan militer tembakan langsung di dekat Taiwan.
Kegiatan ini lantas diklaim Taipei bahwa China sedang bersiap untuk menyerang.
Di tengah ketakutan invasi, seorang ahli militer terkemuka telah memperingatkan bahwa serangan China di Taiwan bergantung pada apakah Rusia berhasil dalam invasi ke Ukraina.
Presiden China Xi Jinping “akan bertindak” jika rekannya dari Rusia dan sekutunya Presiden Rusia Vladimir Putin “mencapai kemenangan di Ukraina”.
Hal itu menurut Dr John Callahan, mantan diplomat dan juru bicara Departemen Luar Negeri, yang sekarang bekerja sebagai penasihat militer dan dekan di New Inggris College di AS.
Ditanya apakah wilayah di sekitar Taiwan berada dalam periode ketegangan paling tinggi sejauh ini, Dr Callahan berkata: "Ya, saya pikir begitu karena Ukraina."
“Karena jika Rusia melakukan semacam kemenangan meyakinkan di Ukraina, itu pasti akan mendorong China untuk bertindak," tegasDr Callahan.
“Saya pikir Presiden Xi bukanlahPemimpin China yang sabar seperti semua pendahulunya."
"Saya pikir dia adalah pria yang ingin membuat jejaknya dalam sejarah."
“Jadi saya pikir satu-satunya hal yang menahan China adalah menunggu untuk melihat seberapa buruk Rusiadalam invasinya di Ukraina.”
Saat perang Rusia-Ukraina berkecamuk, China tetap menjadi sekutu terpenting Rusia.
Keduanya tetap sekutu meski Rusia dijauhi dan diberi sanksi oleh sebagian besar komunitas internasional.
Putin dan Xi menegaskan kemitraan antara kedua negara mereka beberapa minggu sebelum tank Rusia pertama meluncur ke Ukraina pada Februari 2022
Kedua pemimpin otoriter itu berbicara tentang kerja sama negara mereka di Beijing menjelang upacara pembukaan Olimpiade Musim Dingin.
Dalam pernyataan bersama, mereka mengatakan: "Persahabatan antara kedua negara tidak memiliki batas, tidak ada bidang kerja sama yang 'terlarang'."
Terlepas dari rencana China dan Rusia untuk berkolaborasi di berbagai bidang termasuk perubahan iklim dan ruang angkasa, Xi belum secara terbuka menyatakan dukungan untuk invasi Putin ke Ukraina.
Namun, dalam beberapa bulan terakhir, Xi tampaknya telah beralih ke posisi yang lebih mendukung invasi Rusia ke Ukraina.
Pada bulan Juni misalnya, Presiden China itu menyatakan dukunganChina untuk “kedaulatan dan keamanan”Rusia, tetapi tidak merujuk ke Ukraina secara khusus.
“China bersedia untuk saling mendukung Rusia dalam kepentingan inti dan hal-hal yang menjadi perhatian utama,"ucap Presiden Xi.
"Seperti kedaulatan dan keamanan, serta mencapai kerja sama strategis yang lebih erat.”
Pernyataan Presiden Xi membuatDr Callahan memperingatkan bahwa Xi telah mengikuti dengan cermat peristiwa di Ukraina, dan akan menyerang Taiwan jika perang Putin sendiri berhasil.
“Jika Kyiv jatuh dalam tiga hari, dan Ukraina runtuh, saya pikir kita sudah akan melihat serangan terhadap Taiwan dalam waktu dekat."
"Oleh karenanya, Anda harus berharap Rusia kalah. Sebab kekalahan Rusia baik untuk dunia."
"Tetapi jika Rusia menang, Anda harus bersiapagresi China di Laut China Selatan sudah pasti mencapai puncaknya," tutupnya.