Ahok (4): Menjadikan Pemda “Bapak” yang Baik

Ade Sulaeman

Editor

Ahok (4): Menjadikan Pemda ?Bapak? yang Baik
Ahok (4): Menjadikan Pemda ?Bapak? yang Baik

Berikut ini bagian keempat dari artikel berjudul "Basuki Tjahaja Purnama (Ahok): Menjadikan DKI “Bapak” yang Baik" yang dimuat di MajalahIntisariedisi khusus 50 tahun, September 2013. -- Intisari-Online.com -Seperti apa Kota Jakarta akan dibangun? Saya bayangkan mungkin seperti Singapura atau Hongkong. Walaupun tidak akan persis sama, karena kedua kota itu tidak mempunyai garis pantai sepanjang Jakarta. Kedua kota itu juga tidak memiliki wilayah-wilayah “pemasok” penduduk seperti kita memiliki Banten, Jabar, dan Jateng.

Perlu dipikirkan cara untuk mengurangi minat penduduk dari wilayah lain untuk pindah ke DKI. Misalnya, mungkinkah kebutuhan tenaga kerja yang sampai kini ditutup oleh pendatang, bisa dipenuhi oleh penduduk DKI sendiri?

Memang, Jakarta itu unik. Di Singapura, pemerintah menjual rumah susunnya kepada warga kurang mampu. Di Jakarta, hal semacam itu akan kurang pas, karena pasti akan habis terjual berapa pun yang tersedia.

Akan lebih efektif, bila rumah susun itu disewakan. Begitu ada indikator peningkatan kesejahteraan, penghuni harus pindah dari situ (sehingga tempatnya dapat didiami keluarga prasejahtera yang lain). Ibaratnya ia indekos dengan subsidi pemerintah. Dalam hal ini anggaplah Pemda DKI memposisikan dirinya sebagai bapak. Di sinilah kita angkat sisi manusiawinya DKI.

Di Jakarta dan di kampung mana pun di Indonesia, terdapat banyak orang yang rajin, jujur, pintar dan pekerja keras. Tetapi peluang mereka untuk berhasil “dirampok” oleh ketidakadilan yang di-maintain oleh Negara. Kegagalan Negara dalam mengadministrasi keadilan sosial ini mengakibatkan semua jerih payah orang baik-baik yang bekerja keras itu sia-sia, hanyut oleh ketidakadilan.

Pesan saya, di dunia yang demokratis, bila orang baik-baik tidak peduli, maka orang tidak baiklah yang akan berkuasa.Dengan kemajuan teknologi dan berlimpahnya informasi, kemungkinan orang tidak tahu akan adanya kemiskinan dan kemelaratan sangat kecil. Yang terjadi adalah banyak orang bukannya tidak tahu, tetapi tidak cukup peduli untuk tahu.Hari ini kita kekurangan orang-orang yang peduli kepada orang-orang yang tersingkir. Yuk, kita peduli. Bah- kan bila Anda mempunyai panggilan, masuklah ke politik. Jadilah pegawai negeri, hakim, jaksa, TNI, POLRI, supaya orang-orang “bagus” di dalam lembaga pemerintahan semakin banyak.