Bak Tak Punya Empati Sudah Selewengkan Duit Kecelakaan Lion Air JT-610 Senilai Rp34 M, Terungkap ACT Gunakan Duit Sebanyak Itu Untuk Program Pribadi Bernilai Milyaran Rupian Ini

Afif Khoirul M
Afif Khoirul M

Editor

Ilustrasi. Dugaan adanya aliran dana dari Yayasan Aksi Cepat Tanggap (ACT) ke kelompok teroris Al-Qaeda.
Ilustrasi. Dugaan adanya aliran dana dari Yayasan Aksi Cepat Tanggap (ACT) ke kelompok teroris Al-Qaeda.

Intisari-online.com - Kasus penyelidikan yayasan Aksi Cepat Tanggap (ACT) nasih terus berlanjut hingga saat ini.

Yang terbaru adalah terungkapnya penyelewengan duit bantuan kecelakaan Lion Air Boeing JT-610, senilai Rp34 miliar.

Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) menemukan adanya penyelewengan dana sosial, oleh yayasan ACT.

"Digunakan oleh program yang telah dibuat ACT, kurang lebih Rp103 miliar dan sisanya Rp34 miliar, digunakan tidak sesuai peruntukannya," kata Wakil Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Wadirtipideksus) Bareskrim Polri Kombes, Helfi Assegaf Senin (25/7).

Dana sebesar itu diselewengkan oleh ACT kemudian, digunakan untuk mendanai berbagai program pribadinya.

Paling besar untuk pengadaan truk, dan digunakan untuk koperasi syariah 212.

Helfi menjelaskan, ACT menyalahgunakan, untuk pengadaan armada rice truk senilai Rp2 Miliar.

Kemudian, untuk program big food bus, senilai Rp2,8 miliar dan pembangunan pesantren Tasikmalaya senilai Rp8,7 miliar.

Baca Juga: Sudah Dituduh Tilep Duit Korban Lion Air, Siapa Sangka Ada Indikasi Aliran Uang dari ACT Malah sampai ke Al-Qaeda, 3 Hal Ini Jadi Sorotan

"Untuk koperasi Syariah kurang lebih Rp10 miliar," katanya.

Kemudian, ada Rp3 miliar digunakan untuk dana talangan CV CUN, serta Rp7,8 miliar untuk PT MBGS.

Selain itu, Bareskrim juga menemukan dana yang diselewengkan untuk mengaju pengurus ACT,

Alhasil dari, penyelidikan tersebut Bareskim menetapkan 4 tersangka.

Keempat tersangka tersebut, di antaranya ditetapkan dalam kasus penyelewengan dana yang dikelola ACT.

Termasuk dana untuk korban jatuhnya Lion Air tahun 2018 silam.

Keempat tersangka tersebut, antara lain, Ahyudin (A) selaku mantan presiden dan pendiri ACT.

Kemudian, Ibnu Hajar (IK) selaku presiden ACT saat ini.

Adapun, nama-nama lain seperti Hariyana Hermain (HH) pengawas ACT tahun 2019, dan pembina ACT saat ini, Novariadi Imam Akbari (NIA) mantan sekretaris dan menjabat Ketua Dewan Pembina ACT.

Keempat tersangka dijerat dengan pasa372 KUHP dan pasa 374 KUHP dan pasa 45A Ayat (1) jo.

Pasal 28 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 19 tahun 2016 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).

Pasal 70 ayat (1) dan Ayat (2) jo Pasal 5 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001, telah diubah Undang-Undang Nomor 20 tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan.

Lalu, Pasal 3, Pasal 4, dan Pasal 5 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010, tentang pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) jo. Pasal 55 KUHP jo. Pasal 56 KUHP.

Ancamannya, adalah hukuman 20 tahun penjara untuk TPPU, dan 4 tahun untuk penggelan.

Artikel Terkait