Intisari-Online.com – Kisah di bawah ini adalah salah satu dari Kisah Perang Dunia II yang telah memporakporandakan dunia dan membuat banyak orang sengsara.
Menjelang pemboman Hiroshima dan Nagasaki, Paul Tibbets ditugaskan untuk melatih sekelompok pilot di ‘Benteng Super’ Boeing B-29 yang baru diproduksi.
Namun dia mengalami masalah, yaitu para pilot itu menolak masuk ke pesawat.
Rupanya pesawat pembom itu lebih besar dan kurang diuji secara menyeluruh daripada pesawat lain yang digunakan selama Perang Dunia Kedua.
Dan, para pilot menganggapnya terlalu berbahaya untuk terbang.
Untuk menolak menggunakan B-29 ternyata bukan menjadi pilihan, maka Tibbets menyusun rencana untuk melatih dua pilot wanita untuk memberikan demonstrasi penerbangan kepada pilot pria.
Dan, rencananya itu sukses besar.
Paul Tibbets, setelah bertugas di Perang Eropa dan Pasifik, kemudian dipanggil kembali ke AS pada tahun 1943 untuk membantu pengembangan B-29 ‘Benteng Super’.
Setelah pengujian pengebom selesai, dia ditugaskan kembali sebagai direktur operasi untuk Sayap Pelatihan Operasional Pengeboman ke-17 yang ditugaskan untuk melatih pilot untuk menerbangkan pesawat baru.
Pilot pria itu sangat enggan untuk belajar, karena mereka memiliki alasan yang sah untuk waspada.
Menurut mereka, B-29 memiliki mesin yang tidak dapat diandalkan, sering terbakar, dan belum menjalani pengujian seperti yang dilakukan pesawat lain.
Selain itu, pesawat itu juga jauh lebih besar daripada pembom lain yang telah diterbangkan oleh Angkatan Udara Angkatan Darat AS sampai saat itu.
Tibbets kemudian berpikir bahwa jika dia bisa membuat pilot wanita berlatih di pesawat itu, maka para pilot pria tidak takut untuk menerbangkan B-29.
Dia lalu merekrut dua Pilot Layanan Angkatan Udara Wanita (WASP) untuk peran tersebut.
Dia tidak mengungkapkan kepada Dora Dougherty Strother atau Dorothea Johnson ‘Didi’ Moorman bahwa ada masalah dengan pesawat itu, dan keduanya tidak mengalami masalah saat mengoperasikannya.
Tidak ada wanita yang pernah menerbangkan pesawat bermesin empat, itulah sebabnya mereka dipilih untuk pekerjaan itu, karena Tibbets ingin menunjukkan bahwa siapa pun bisa menerbangkan B-29.
Dia melatih Strother dan Moorman hanya tiga hari sebelum memutuskan mereka siap memberikan demonstrasi kepada pilot pria.
Keduanya menerbangkan bebragai penerbangan dari pangkalan di Alamogordo, New Mexico, dengan awak pesawat yang berbeda setiap kali.
Strother dan Moorman akhirnya berhasil membuat pilot pria menerbangkan pesawat B-29.
Sebuah buletin pemeliharaan yang ditulis oleh Mayor Harry Shilling memberi pujian atas kemampuan terbang dan pengetahuan mereka tentang pesawat.
Dia mendorong orang-orang di pangkalan untuk mengajukan pertanyaan tentang bagaimana menangani pembom dan meniru lepas landas mereka yang mengesankan.
Terlepas dari kesuksesannya, melansir War History Online, Strother dan Moorman tidka lama memiliki pekerjaan sebagai pilot demonstrasi.
Ketika atasan Tibbets mengetahui bahwa dia membiarkan wanita menerbangkan B-29, mereka memaksanya untuk menutup program tersebut.
Staf Udara Mayor Jenderal Barney Giles mengatakan kepadanya bahwa para wanita itu ‘membuat para pemain sepak bola besar malu.’
Meskipun perang kedua wanita itu sebagai pilot demonstrasi mungkin kelihatan kecil, tapi hal itu tidak dilihat oleh mereka yang menontonnya.
Pada tanggal 2 Agustus 1995, Harry McKeown, pensiunan letnan kolonel Angkatan Udara AS, menulis surat kepada Strother tentang perannya menerbangkan pesawat B-29.
Harry bertemu dengan Strother dan Moorman pada tahun 1944 ketika mereka membawa B-29 ke Clovis Army Airfield, tempatnya menjabat sebagai Direktur Pemeliharaan & Pasokan dan pilot uji.
Dia mengatakan setelah demonstrasi mereka ‘kami tidak pernah memiliki pilot yang tidak ingin menerbangkan B-29’, dan mengakhiri suratnya dengan catatan yang lebih pribadi.
“Saya masih ingin berterima kasih karena Anda telah membantu saya hari itu di Clovis,” tulisnya.
“Saya akui bahwa saya takut… Anda membuat perbedaan dalam terbang saya sejak saat itu. Saya bukan satu-satunya pilot yang merasakan hal itu, dan saya yakin mereka juga akan berterima kasih jika mereka tahu di mana Anda berada.”
Setelah perang usai, kedua wanita itu melanjutkan WASP sampai organisasi tersebut dibubarkan pada tahun 1944.
Strother melanjutkan untuk mendapatkan gelar PhD dari New York University dan bekerja untuk Bell Helicopters dari tahun 1962-1886.
Dia tetap berhubungan dengan McKeown dan menikah dengannya pada tahun 2002.
Sementara Moorman membesarkan lima anak di North Carolina setelah perang, dan tetap berhubungan dekat dengan Tibbets sampai kematiannya pada tahun 2005.
Ingin mendapatkan informasi lebih lengkap tentang panduan gaya hidup sehat dan kualitas hidup yang lebih baik? Langsung saja berlangganan Majalah Intisari. Tinggal klik di https://www.gridstore.id/brand/detail/27/intisari