Raja Abdullah, Raja Arab Saudi yang Reformis

Moh Habib Asyhad

Editor

Raja Abdullah, Raja Arab Saudi yang Reformis
Raja Abdullah, Raja Arab Saudi yang Reformis

Intisari-Online.com -Beberapa orang menganggap bahwa Raja Abdullah adalah Raja Arab Saudi yang reformis. Ia membuat banyak perubahan di negeri kaya minya itu sejak pertama kali ditasbihkan sebagai Raja Suadi pada 2005 menggantikan saudara tirinya, Raja Fahd. Bukan hanya individu, media-media Barat seperti BBC dan CNN memuji Raja Abdullah sebagai orang yang terbuka terhadap kritik.

Joseph A Kechichian, Anggota Kehormatan di Faisal Center for Research & Islamic Studies, dalam artikelnya yang dimuat di Aljazeera pada 5 Januari 2015, mengakui reputasi Abdullah sebagai seorang reformis. Kalimat Raja Abdullah yang paling diingat oleh Kechichian adalah “Saya ingin Arab Saudi dikenal karena laki-laki dan perempuannya, bukan karena minyaknya.”

Di antara beberapa kontribusi paling penting Raja Abdullah bagi masyarakat Arab Saudi kontemporer adalah upayanya mengubah mekanisnya suksesi negara. Pada 2007, Raja Abdullah mendirikan dewan kesetiaan bernama Hay’at al-Bay’ah. “Penggantinya, Raja Salman, sepertinya memiliki komitmen serupa dengan pendahulunya itu,” tulis Kechiachian.

Sejak tahun 1982 hingga 2005, Raja Abdullah adalah pewaris utama (baca Putra Mahkota) saudara tirinya, Raja Fahd bin Abdul Aziz. Ketika terjadi kefakuman kekuasaan pada 1995 karena Raja Fahd terserang stroke, Raja Abdullah-lah yang mengambil alih. Oleh sebab itu, banyak yang bilang, secara de jure, Abdullan sudah menjadi raja sejak 1995, tapi secara de facto baru 2005. Abdullah kemudian memilih saudaranya, Sultan, menjadi Putra Mahkota, tapi Sultan meninggap pada 2011. Begitu juga dengan Nayef yang meninggal setahun kemudian.

Reformasi yang belum terjadi sebelumnya

Setelah resmi diangkat sebagai Raja Arab Saudi, Abdullah memulai agenda reformasi yang belum terjadi sebelumnya; liberalisasi sosial dan ekonomi. Ia menambah 30 perempuan untuk duduk di parlemen Arab Saudi, Majlis al-Shura, pada 2011, sehingga anggota parlemen menjadi 150. Bagi masyarakat Arab Saudi, langkah ini dianggap sebagai titik tolak reformasi sosial di Arab Saudi yang konservatif.

Dalam bidang pendidikan, pada 2009, Raja Abdullah membuka King Abdullah University for Science and Technology (KAUST), yang biaya pembangunannya mencapai $10 miliar. Hebatnya, lembaga yang diproyeksikan untuk perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi itu membatasi gender, juga tidak memaksakan aturan pakaian perempuan yang hendak belajar di sana.

Sementara dalam bidang hukum, Raja Abdullah membuat Mahkamah Agung untuk menggantikan peran dewan peradilan tinggi negara yang sudah tua. Mahkamah Agung ini, meskipun belum maksimal, sangat mengedepankan akuntabilitas dan transparansi.

Dari semua itu, gebrakan Raja Abdullah yang menbuat orang tercengang adalah ketika ia mengunjungi daerah paling kumuh di Riyadh pada 2005. Dia adalah raja pertama yang melakukan itu. Dari situ ia menyaksikan kemiskinan yang sangat amat dan bersumpah untuk segera mengambil tindakan untuk menyelesaikan persoalan tersebut.

Tak hanya hal-hal yang tersebut di atas, Kechiachian juga melihat banyak reformasi lainnya yang dilakukan oleh Raja Abdullah, salah satunya menjadi sosok yang paling getol mendukung kemerdekaan Palestina. Itulah Raja Abdullah, Raja Arab Saudi yang reformis.