Intisari - Online.com -Sebuah kabar duka datang dari dunia selebriti dengan kabar bahwa komedian senior, Rini S Bon Bon meninggal dunia.
Sosoknya meninggal dunia pada hari Minggu (10/7/2022) pukul 17.00 WIB di kediamannya, kawasan Kramat Lontar, Paseban, Senen, Jakarta Pusat.
Kabar duka Rini S Bon Bon meninggal dunia disampaikan oleh Qubil, seorang pelawak yang juga kerabat Rini S Bon Bon.
"Innalillahi wa inna illaihi rojiun. Ya Allah Ya Robb, satu lagi engkau panggil sahabat baik kami Rini S Bon Bon sekitar jam 17.00 tadi sore," tulis Qubil dalam pesan singkatnya kepada awak media, Minggu dilansir dari Tribunjabar.co.id.
"Ampuni segala khilaf & dosanya. Terimalah amal ibadahnya, jadikan quburnya taman dari pada taman syurgaMu. Tempatkanlah di syurga FirdausMu. Alfateha," tambah Qubil.
Diabetes diyakini jadi salah satu penyebab kematian Rini S Bon Bon.
Melansir Tribun Seleb, pelawak senior itu sempat melawan penyakit diabetes mellitus tingkat dua.
Dia menderita DM sejak 1996 yang didapatnya dari ayahnya, Suhandi Hasan (65).
Rini S Bon Bon pernah bercerita dalam Cerita Hati KompasTV bahwa diabetes membuatnya lemas tak berdaya ketika dia digerogoti penyakit itu, sampai dia nyaris tidak mampu menjalankan kewajibannya untuk shalat 5 waktu.
Rini S Bon Bon meyakinkan dirinya sendiri bahwa dia tetap bisa shalat.
Vonis amputasi
Diabetes nyaris membuat Rini S Bon Bon kehilangan kakinya.
Berawal dari lecet di ibu jari kaki kanan akibat sepatu baru yang terlalu sempit, lecet itu malah membentuk luka melenting di tahun 2008.
Rini S Bon Bon kemudian memecahkan gelembung luka itu dengan peniti, dan malah menyebabkan timbulnya nanah serta bau tidak sedap akibat infeksi.
Seperti yang sudah diketahui, luka pada DM tipe 2 memang sulit untuk disembuhkan.
Akibat luka tersebut, tekanan gula darah pada tubuh Rini S Bon Bon waktu itu terus naik hingga 600 (batas normal 140).
Suntikan insulin sebelum makan, obat dari dokter, dan pengobatan alternatif tidak ada yang manjur.
Beberapa bulan kemudian, kakinya menghitam dan ada beberapa luka baru yang membentuk lubang di kaki atasnya.
Ia sampai tidak mampu berjalan lagi, tiap kali akan menapakkan kaki, darah mengucur deras dari kakinya.
Dokter pun menyarankan amputasi.
Namun, Rini S Bon Bon tidak menyerah dan tidak langsung mengiyakan saran dokter.
Dia melakukan berbagai cara, dari pengobatan oleh dokter, mengatur pola makan, dan sampai mengkonsumsi herbal.
Risiko amputasi
Risiko amputasi memang tinggi, statistik mencatat kurang lebih 50% pasien kaki diabetes yang menjalani amputasi meninggal dalam waktu 5 tahun.
Penderita diabetes mellitus lebih mudah mengalami infeksi pada penyakit kaki mereka dan berkaitan dengan penyakit arteri perifer yang kemudian dipercepat oleh kerusakan langsung pada saraf dan pembuluh darah karena tingginya kadar glukosa.
Penyembuhan luka pada kaki diabetes juga terganggu karena hambatan pada fase sintesis kolagen.
Kemudian, kaki diabetes yang tidak kunjung sembuh bisa menyebabkan morbiditas yang serius, termasuk gangguan emosi, kehilangan mobilitas, dan beban finansial yang besar, seperti dikutip dari artikel ilmiah Infectious Diseases Society of America clinical practice guideline for the diagnosis and treatment of diabetic foot infections yang dimuat dalam jurnal Clin Infect Dis (2012) dan The international consensus and practical guidelines on the management and prevention of the diabetic foot dalam jurnal Curr Diab Rep (2003).
Tujuan amputasi adalah untuk menghilangkan rasa sakit dan mencapai mobilitas yang cepat dengan penggunaan protesa.
Namun, keputusan untuk melakukan amputasi seharusnya jadi pilihan terakhir, karena tindakan ini menyebabkan morbiditas dan risiko mortalitas bermakna pada pasien.