Intisari-Online.com – Sebuah kompetisi balap berlangsung di sebuah sekolah untuk anak-anak dengan keterbelakangan mental. Tiga siswa sudah berada dalam posisi start dan berlatih untuk lari pada kecepatan maksimum terhadap garis finish.
Setelah beberapa percobaan, para guru bisa melatih mereka untuk bersaing dalam lomba. Pada hari yang ditentukan untuk kompetisi, beberapa tamu undangan yang hadir duduk bersama dengan orang tua dari anak-anak itu.
Tanda untuk memulai lomba dibunyikan. Tiga orang siswa memulai balapan. Beberapa saat kemudian, salah satu siswa terpeleset dan jatuh. Segera siswa yang lainnya, yang sedang berlomba, berhenti dan menghampiri teman mereka yang jatuh. Mereka menghiburnya dan memegang tangannya dengan kuat.
Kemudian mereka berbaris bersama dengan masih memegang tangan siswa yang jatuh dengan hati-hati di kedua sisi mereka. Mereka akhirnya mencapai titik akhir secara bersama-sama dan benar-benar gembira karena dapat menyelesaikan balapan secara bersama-sama. Semua orang yang menonton menjadi tersentuh oleh tindakan mereka. Banyak dari mereka yang terlihat menitikkan air mata haru.
Anak-anak secara inheren terlalu polos dan penuh kasih. Persaingan tidak sehat dengan teman-teman dan upaya untuk berhasil dalam perlombaan kehidupan, mengabaikan hak orang lain yang merupakan kebiasaan berbahaya, diperkenalkan ke dalam pikiran polos mereka, oleh masyarakat anti-sosial. Padahal anak-anak harus tumbuh, mempertahankan masa kepolosan mereka. Orangtua, kerabat lainnya, guru dan masyarakat, memiliki tanggung jawab besar dalam melatih anak-anak dengan benar.