Intisari-Online.com – Damocles adalah salah satu abdi dalem Raja Dionysius II yang memerintah kerajaan kuno Syracuse (wilayah Yunani) di abad ke-4 SM. Damocles terkesan dengan kekayaannya, gaya hidup mewah, makanan lezat, dan harta benda raja yang megah. Ia berkomentar bahwa kehidupan raja adalah pengalaman yang paling beruntung di bumi.
Kata-kata Damocles sampai ke telinga raja. Untuk memberinya pelajaran, Raja mengatur perjamuan, dan memberi Damocles kesempatan untuk menduduki tahta kerajaan. Ia dibekali dengan petugas yang menarik, penari yang gemulai, pakaian mahal, minuman yang lezat, lampu yang menyenangkan, dekorasi mahal, parfum eksotis, makanan yang luar biasa, bunga yang harum, furniture terbaik, musik merdu, dan lingkungan yang mewah. Damocles merasa bahwa ia adalah yang paling beruntung dan menjadi orang paling bahagia di dunia.
Tiba-tiba ia mengangkat matanya ke langit-langit dan terkejut melihat pedang yang tajam tergantung pada langit-langit dengan diikat rambut kuda, dengan titik hampir menyentuh kepalanya. Ia takut bahwa rambut yang rapuh akan patah sehingga setiap saat bisa saja pedang yang berat mungkin jatuh padanya dan membunuhnya. Takut dengan bahaya itu, ia tidak bisa menikmati setiap kesenangan atau kemewahan yang mengelilinginya. Sambil menangis ia memohon kepada Raja untuk menolongnya dari keadaan genting ini lalu mengembalikannya ke keadaan miskin tapi aman dan damai hidupnya.
Dari pengalaman pahit itu, Damocles belajar bahwa kebahagiaan adalah rapuh dan bahaya mengelilingi setiap orang yang kuat. Frase pedang menyiratkan bahaya dan bencana yang dekat yang akan datang.
Kematian adalah pedang untuk semua manusia. Kematian sering muncul tiba-tiba. Setiap saat dalam kehidupan, kita harus siap untuk bertemu dan menyapa kematian sebagai teman. Hidup ini singkat dan semua kekayaan duniawi serta kemewahan harus kita tinggalkan ketika kita mati. Mereka hanya memberikan sukacita sementara, karena kesenangan duniawi dapat menyebabkan penderitaan kekal di neraka.
Setiap orang sama di hadapan kematian. Pada akhir hidupnya, Alexander Agung menyuruh rekan dekatnya agar tangannya menggantung bebas di kedua sisi peti mati selama prosesi pemakaman kerajaan. Ini untuk memperlihatkan pada dunia bahwa ia tidak membawa apa-apa saat perjalanan terakhirnya.