Intisari-online.com - Belakangan ini viral cerita Pika seorang penderita cerebral palsy bersama ibunya.
Dia menyampaikan aspirasi membutuhkan ganja medis untuk pengobatan.
Hal ini pun turut mendorong, Wakil Presiden Ma'ruf Amin, untuk meminta Majelis Ulama Indonesia (MUI), untuk membuat fatwa tentang kebutuhan ganja medis.
Permintaan ini datang setelah wacara penggunaan ganja medis di dalam negeri makin menguat.
Fatwa ini bisa menjadi pedoman bagi DPR untuk menyikapi wacana ganja untuk kebutuhan medis.
Saat ini di Indonesia penggunaan ganja hanya untuk kebutuhan ilegal, serta penyalahgunaan ganja dilarang bagi umat Islam.
Sementara mengutip dari Mayo Clinic, ada beberapa manfaat dari penggunaan ganja medis, termasuk mengobati penyakit dalam beberapa kondisi.
Mayo Clinic mencatat bahwa ganja medis bisa digunakan untuk mengobati beberapa penyakit, jika Anda memenuhi beberapa persyaratan tertentu dan memiliki kondisi seperti di bawah ini:
Penyakit alzheimer
Sklerosis lateral amiotrofik (ALS)
HIV/AIDS
Penyakit Crohn
Epilepsi dan kejang
Glaukoma
Multiple sclerosis dan kejang otot
Sakit parah dan kronis
Mual atau muntah parah yang disebabkan oleh pengobatan kanker
Namun, oleh peneliti penggunaan ganja medis akan memberikan efek samping termasuk di anataranya :
Peningkatan detak jantung
Pusing
Konsentrasi dan memori terganggu
Waktu reaksi lebih lambat
Interaksi obat-ke-obat yang negatif
Peningkatan risiko serangan jantung dan stroke
Nafsu makan meningkat
Potensi kecanduan
Halusinasi atau penyakit mental
Gejala penarikan
Saat ini Badan Pengawas Obat dan Makanan AS (FDA) belum menyetujui penggunaan ganja sebagai pengobatan untuk kondisi medis apa pun.
Namun, FDA telah menyetujui cannabinoids cannabidiol (Epidiolex) dan dronabinol (Marinol, Syndros).
Cannabidiol dapat digunakan untuk beberapa bentuk epilepsi parah.
Dronabinol dapat digunakan untuk mual dan muntah yang disebabkan oleh kemoterapi kanker dan untuk anoreksia yang terkait dengan penurunan berat badan pada orang dengan AIDS.