'Hanya' Divonis 8 Tahun Meski Negara 'Boncos' Rp8,8 Triliun, Eks Dirut Garuda Ini Bisa Makin Lama Tidur di Dinginnya Sukamiskin, Dulu Sebut Gratifikasi Itu Biasa Saja

Muflika Nur Fuaddah
Muflika Nur Fuaddah

Editor

Jaksa Agung Republik Indonesia Sanitiar Burhanuddin dalam konferensi pers di Gedung Kejaksaan Agung, Jakarta, Senin (27/6/2022)
Jaksa Agung Republik Indonesia Sanitiar Burhanuddin dalam konferensi pers di Gedung Kejaksaan Agung, Jakarta, Senin (27/6/2022)

Intisari-Online.com -Kejaksaan Agung (Kejagung) Republik Indonesia menetapkan mantan Direktur Utama PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk Emirsyah Satar (ES) sebagai tersangka baru dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi pengadaan pesawat CRJ-1000 dan ATR 72-600 di PT Garuda Indonesia (Persero).

Saat ini Emirsyah mendekam di Lapas Sukamiskin, Bandung, Jawa Barat.

Pada medio 2020, majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta menjatuhkan vonis 8 tahun dan denda Rp 1 miliar padanya.

Emirsyah dinyatakan bersalah menerima suap terkait pengadaan mesin dan pesawat PT Garuda Indonesia.

Majelis hakim juga menyatakan dirinya terbukti melakukan tindak pidana pencucian uang (TPPU).

Emirsyah dinilai menerima sejumlah uang baik dalam bentuk Rupiah, dollar Singapura, Euro hingga dollar Amerika.

Suap itu diberikan oleh pendiri PT Mugi Rekso Abadi yang juga beneficial owner Connaught International Pte Ltd bernama Soetikno Sudarjo.

Uang tersebut berjumlah Rp 5,859 miliar, 884.000 dollar Amerika, 1,02 juta Euro dan 1,1 juta dollar Singapura.

Uang itu diberikan Soetikno agar Emirsyah memuluskan sejumlah pengadaan yang sedang dikerjakan PT Garuda Indonesia.

"Sejak Senin 27 juni 2022, hasil ekspose kami menetapkan 2 tersangka baru yaitu ES selaku Direktur Utama PT Garuda."

"Kedua SS (Soetikno Soedarjo) selaku Direktur Mugi Rekso Abadi," kata Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin dalam konferensi pers di Gedung Kejagung, Jakarta, Senin (27/6/2022).

Burhanuddin mengatakan, kedua tersangka disangka melanggar Pasal 2 ayat 1 juncto Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi.

Kendati demikian, Kejagung tidak melakukan penahanan. Pasalnya, kedua tersangka tengah menjalani hukuman pidana dalam kasus yang ditangani KPK.

"Tidak dilakukan penahanan karena masing-masing sedang menjalani pidana atas kasus PT Garuda yang ditangani oleh KPK," ujar dia.

Sebagai informasi, Emirsyah Satar menjabat sebagai Direktur Utama Garuda pada tahun 2005-2014.

Diketahui, dalam kasus ini Kejagung telah menetapkan tiga tersangka.

Mereka adalah Vice President Strategic Management PT Garuda Indonesia periode 2011-2012, Setijo Awibowo.

Lalu, Executive Project Manager Aircraft Delivery PT Garuda Indonesia periode 2009-2014, Agus Wahjudo.

Kerugian negara dalam kasus ini diduga mencapai Rp 8,8 triliun.

Kerugian negara itu terjadi akibat pengadaan pesawat CRJ-1000 dan pengambilalihan pesawat ATR 72-600 yang tidak sesuai dengan prinsip-prinsip pengadaan BUMN.

Sebut gratifikasi itu biasa

Diungkapkan oleh mantan Direktur Strategi Pengembangan Bisnis dan Manajemen Risiko PT Garuda Indonesia, Achirina bahwa Emirsyah merasa penerimaan gratifikasi itu biasa.

Achirina adalah saksi salam persidangan untuk Emirsyah pada tahun 2020 lalu.

Mulanya Achirina ingin menerapkan sistem whistleblower atau pelaporan pelanggaran jika ada pihak di dalam PT Garuda Indonesia yang menerima gratifikasi saat melakukan pengadaan barang.

Namun penerapan aturan baru itu perlu persetujuan semua direksi.

Kala itu yang menentang adanya peraturan baru justru Emirsyah.

“Ada yang mengatakan bahwa whistleblower jadi bumerang, karena memang common best practices dalam proses bisnis, karena bisnis maka dianggap common (wajar),” sebut Achirina.

Baca Juga: Terkuak Sudah Rencana Negara-negara Barat dalam Upaya Kalahkan Megaproyek China yang Jadi Jebakan Utang, Kucuran Dana 872 Triliun Akan Disiapkan untuk Kalahkan Belt and Road Initiative China

(*)

Artikel Terkait