Intisari-Online.com – Ada dua orang sahabat sepakat pergi bersama-sama mengadu nasib. Mereka berjanji untuk tetap bersama dalam senang maupun susah; berbagi suka maupun duka. Mereka berjalan tidak terlalu jauh ketika salah seorang menemukan sebuah kantong berisi emas.
Segera seorang dari mereka memungut kantong emas itu dengan gemetar karena gembiranya lalu berkata kepada temannya, “Betapa beruntungnya aku! Sekarang aku dapat memiliki semua barang yang telah kuimpikan sekian lama. Pertama-tama aku akan membeli seekor kuda. Aku akan menungganginya untuk sisa perjalanan ini.”
Tetapi temannya mengingatkan, “Rupanya engkau sudah melupakan aku. Mana bagianku? Bukankah kita sudah sepakat untuk membagikan sesuatu di antara kita?”
“Ya, tetapi itu tidak berlaku untuk hal ini,” jawab teman yang pertama. “Bukankah aku yang menemukan kantong emas ini. Bagaimana engkau dapat mengharapkan aku berbagai denganmu?”
Tiba-tiba sebelum pertengkaran mereka berlanjut ada seruan, “Berhenti pencuri!” seseorang berteriak dari belakang. Dua orang itu melihat ke sekeliling untuk meyakinkan apakah mereka yang dikejar. Ada sejumlah orang yang kesemuanya bersenjatakan pentung berlari-lari ke arah mereka.
Segera teman yang pertama berkata, “Mari kawan kita lari. Kantong ini mungkin milik seseorang yang telah hilang. Aku pikir mereka akan memukul kita.”
Tetapi teman yang kedua tidak mau lari, “Aku tidak harus lari,” katanya dengan tenang. “Bukankah engkau yang menemukan kantong itu maka engkaulah pencurinya. Aku sama sekali tidak bersalah,” katanya sambil melangkah pergi meninggalkan orang pertama pada nasibnya.
Jika kita tidak dapat membagi-bagikan hal yang baik dengan seorang sahabat, mengapa kita mengharapka ia mengambil bagian dalam kesulitan?