Intisari-Online.com – Seorang ibu sangat menyayangi anak tunggalnya. Ketika anaknya menikah, ibu itu merasa bahwa anaknya lebih sayang kepada istrinya daripada dirinya. Segera saja ia mengembangkan permusuhan terhadap anak-menantunya itu. Ia sering berteriak dengan kata-kata kasar di hadapan menantunya, dan siap bertengkar setiap kali ia melihat menantunya itu, setiap hari.
Pada suatu hari, dengan penuh kemarahan, wanita tua itu mulai menghujani kata-kata kasar kepada menantunya dengan suara meninggi. Ia mulai dengan kata-kata, “Kamu bangsat ....” Tapi saat ia mengucapkan paksa, suku kata “ba” dari “bangsat”, wanita itu membuka mulutnya begitu lebar hingga rahangnya terkunci, sehingga mulutnya terbuka penuh dan tidak bisa ditutup. Ia berjuang keras dan panik kesakitan tapi tetap saja ia tidak bisa menutup mulutnya yang terbuka.
Akhirnya wanita itu dilarikan ke rumah sakit oleh anak dan menantunya. Wanita tua itu sangat kesal tapi ia menangis tak berdaya karena kesakitan. Para dokter mendiagnosis keluhannya sebagai dislokasi anterior akut tulang rahang bawah (mandibula) dari sendi the temperomandibular. Bola (kondilus) dari sendiri telah keluar dari soketnya, bergerak maju, dan terjebak di depan bagian tulang dan tidak bisa kembali ke tempat yang seharusnya. Para dokter dengan hati-hati memanipulasi rahang bawahnya dan membuka kunci. Tiba-tiba, wanita itu saking marahnya, meledak keluarlah kata “bangsat” dan kata-kata itu benar-benar diucapkan dengan marah dan mengerikan.
Dokter terkejut dan keheranan. Setelah beberapa menit, wanita itu pulih dari amarahnya. Kemudian dokter menyarankannya untuk memberikan istirahat yang cukup bagi rahangnya dan membatasi gerakan rahangnya untuk mencegah kecelakaan lain.
Benjamin Franklin pernah mengatakan, “Apapun yang dimulai dalam kemarahan akan berakhir malu.”
Sementara Sang Buddha mengajarkan, “Berpegang pada kemarahan seperti menggenggam bara panas dengan maksud membuangnya ke orang lain, tetapi Andalah orang yang akan terbakar.”
Tidak ada alasan untuk marah, karena dapat membawa kejatuhan pada kita. Kita harus belajar untuk mengendalikan kemarahan. Marilah kita tunggu dan bersabar sebelum bereaksi dan kemudian kita akan senang jika kita tidak bereaksi secara impulsif. Marilah kita bersikap baik dan lembut hati satu sama lain, dan saling memaafkan.