Bukan Karena Uni Soviet Apalagi Rusia, Ternyata Negara Kecil Ini Pernah Bikin NATO Kebakaran Jenggot Setelah Perang Dunia II, Bahkan Nyaris Memicu Perang Dunia III

Afif Khoirul M
Afif Khoirul M

Editor

Rudal NATO disusun selama Latihan Mampu Archer 83 pada tahun 1983
Rudal NATO disusun selama Latihan Mampu Archer 83 pada tahun 1983

Intisari-online.com -Lebih dari 70 tahun yang lalu, dari abu Perang Dunia II, Organisasi Perjanjian Atlantik Utara (NATO) lahir dan semakin jauh dari tujuan pertahanan aslinya.

Pada tanggal 4 April 1949, 12 negara termasuk Amerika Serikat, Prancis, Inggris Raya, Belgia, Kanada, Denmark, Norwegia, Belanda, Irlandia, Luksemburg, Portugal dan Italia menandatangani dokumen pembentukan NATO.

Tujuan awal dari organisasi ini adalah untuk membentuk aliansi militer untuk menentang Uni Soviet dan mencegah Jerman menjadi kekuatan militer setelah Perang Dunia II.

Berdasarkan Pasal 5 NATO, setiap serangan terhadap salah satu anggota aliansi dianggap sebagai serangan terhadap aliansi secara keseluruhan.

Lebih dari 70 tahun keberadaannya, NATO telah terlibat dalam banyak perang dan konflik di seluruh dunia dan juga mengalami banyak masa yang sangat sulit.

Salah satunya konflik dengan negara kecil yang berafiliasi dengan Uni Soviet ini.

Sejak September 1962, Kuba dan Uni Soviet mulai diam-diam membangun pangkalan rudal di Kuba untuk bisa mengenai sejumlah sasaran AS.

Tindakan ini sebagai tanggapan atas penyebaran rudal AS di banyak negara NATO seperti di Inggris (1958), di Italia dan Turki (1961).

Baca Juga: Demi Gertak Amerika Hingga Buat Ukraina Tunduk, Inilah Senjata Rahasia Rusia yang Konon Bisa Menyulut Perang Dunia III, Sudah Dikerahkan ke 2 Negara Amerika Utara Ini

Secara total, sekitar 100 rudal AS berada di wilayah tersebut, merekabahkan nyaris menyerang Uni Soviet terlebih dahulu, menurut Insider.

Pada 14 Oktober 1962, sebuah pesawat mata-mata U2 AS menemukan banyak pangkalan rudal Soviet yang sedang dibangun di Kuba.

AS dan NATO langsung mengkritik dan memblokir perairan Kuba.

Pemerintahan Kennedy saat itu bahkan mempertimbangkan untuk menyerang Kuba dengan udara dan angkatan laut.

Krisis ini dianggap sama seriusnya dengan insiden "balas tembakan" di Tembok Berlin, membuat dunia khawatir akan konflik nuklir.

Krisis Rudal Kuba melahirkan "Washington-Moscow Hotline".

Melalui saluran komunikasi ini, Amerika Serikat dan Uni Soviet membuat perjanjian langsung secara rahasia untuk menyelesaikan krisis keamanan.

Persiden AS John Kennedy muncul di muka publik dan menuntut Uni Soviet untuk menarik rudal-rudalnya atau AS akan menyerang Kuba.

Maka, dimulailah minggu-minggu yang dikenal dengan sebutan Krisis Rudal Kuba ini.

Negosiasi di antara dua musuh bebuyutan ini terjadi dengan alot karena kedua belah pihak merasa siap untuk berperang dan tidak mau mengurangi tuntutannya.

Kapal-kapal perang Amerika mengepung Kuba untuk memaksakan sebuah "karantina" terhadap semua pelayaran milik kuba.

Pesawat-pesawat pengebom mencari posisi di Florida dan bersiaga menghadapi serangan udara.

Untungnya, pada tanggal 28 Oktober 1962, Khruschev menyatakan bahwa Uni Soviet bersedia memindahkan nuklirnya asalkan AS berjanji tidak akan menyerbu Kuba.

Oleh karena itu, Uni Soviet harus membongkar semua pangkalan rudal di Kuba dengan imbalan AS menyelesaikan pembongkaran rudal balistik yang terletak di banyak negara NATO pada bulan September 1963.

Artikel Terkait