Zakaria vs Febriani

Lily Wibisono

Editor

Zakaria vs Febriani
Zakaria vs Febriani

Intisari-Online.com - Hari Rabu (5/6/2013) malam, pramugari Srimijaya Air, Febriani (31), ketiban sial. Ia dipukul karena telah memperingatkan Kadis Badan Koordinasi Penanaman Modal Daerah (BKPMD) Bangka Belitung, Zakaria Umar Hadi, untuk mematikan ponsel saat pesawat hendak tinggal landas dari Bandara Soekarno-Hatta Cengkareng menuju Bandara Pangkalpinang. Zakaria memukul dan mendorong Febri saat pesawat sudah mendarat. Kasus ini kemudian dilaporkan ke Polsek Pangkalanbaru. Zakaria kini ditahan sebagai tersangka dan dikenakan Pasal 351 ayat 1 KUHP dengan ancaman hukuman 2 tahun 8 bulan.

Apa yang membuat Zakaria melakukan tindakan yang sudah pasti akan mempersulit dirinya sendiri?

Manusia memiliki kelebihan dari makhluk lain karena konon berakal budi. Tapi percaya tidak, tak selalu kedua hal tersebut tertampilkan dalam tindakan kita. Kehidupan pasangan sederhana Tito dan Wuri, misalnya. Walaupun cuma satpam di Jakarta, Tito punya pendidikan lumayan. Ia mantan mahasiswa Universitas Terbuka. Sedangkan Wuri cuma lulusan SMP, tapi ia pandai memasak.

Setelah 13 tahun menikah, mereka kini punya empat anak, dari SMP sampai batita. Biaya hidup, termasuk cicilan ternyata dua kali lipat penghasilan Tito. Walaupun usaha warung Wuri dapat membantu, tak ada sisa untuk ditabung. Mereka masih tinggal di rumah kontrakan, masih mencicil motor, masih terlibat rentenir yang mengambil bunga 5% per bulan. Di luar itu, masih ada pokok pinjaman kepada rentenir yang besarnya melebihi biaya hidup per bulan dan tiga kali lipat penghasilan Tito. Kecuali ada mukjizat runtuh dari langit, tak mungkin mereka akan lepas dari jeratan utang.

Orang lain yang cukup peduli pasti akan bertanya: mengapa mereka tak ikut KB, seberapa besar urgensi mencicil motor sekarang, mengapa anak-anak tidak dibimbing sendiri dalam pelajaran mengaji dan pelajaran sekolah, mengapa anak-anak yang besar tidak dititipkan kepada nenek mereka di kampung untuk menekan biaya, dst.

Faktanya tidak mungkin kita memiliki semua yang ideal. Sering kali dibutuhkan keterampilan memilih prioritas. Kadang, beda antara rasional dan irasional hanyalah jeda untuk duduk diam dan berpikir tenang. Kemudian kita akan mampu memilih tantangan yang akan membawa kemajuan dan kemuliaan. Bukan yang cuma membawa kisruh dan rusuh.

“Kendalikan hatimu, karena begitu hati tak terkendali pikiran akan ikut lari,” kata Friedrich Nietzche, filsuf Jerman (1844-1900).