Kisah Tragis Ratu Dangyeong, Jadi Ratu di Korea Hanya Selama Tujuh Hari, Dipisahkan dari Suaminya dan Hidup dalam Isolasi, Dijadikan Kambing Hitam dari Perebutan Kekuasaan yang Tidak Dilakukannya

K. Tatik Wardayati

Editor

Ratu Dangyeong, yang bertakhta hanya tujuh hari.
Ratu Dangyeong, yang bertakhta hanya tujuh hari.

Intisari-Online.com – Mengetahui kisah Ratu Dangyeong sangatlah tragis.

Dia merupakan istri pertama Raja Jungjong dari Joseon, Korea.

Karena perebutan kekuasaan, dia merasakan kehilangan ayahnya dan deposisinya sendiri.

Lebih menyedihkan lagi bahwa dia menjadi ratu hanya selama tujuh hari.

Dia dipisahkan dari suaminya dan dipaksa menjalani hidup dalam isolasi.

Ratu Dangyeong adalah kambing hitam dari perebutan kekuasaan yang tidak dilakukannya tetapi dia tetap dihukum.

Ratu Dangyeong lahir pada 7 Februari 1487, dia adalah seorang wanita bangsawan.

Sayangnya, tidak diketahui nama aslinya, hanya saja dia diberi nama Dangyeong setelah kematiannya.

Ayahnya bernama Shin Su-guen, yang adalah saudara ipar Raja Yeonsangun.

Ketika Dangyeong berusia tiga belas tahun, dia menikah dengan Pangeran Agung Jinseong, yang kemudian menjadi Raja Jungjong, saudara tiri Raja Yeonsangun.

Pangeran Jungjong baru berusia dua belas tahun ketika dia meikahi Dangyeong.

Sayangnya, tidak diketahui bagaimana perasaan pasangan itu tentang pernikahan mereka, hanya saja banyak sejarawan percaya bahwa Raja Jungjong mencintai istrinya.

Raja Yeonsangun tidak populer di mata rakyat, dia dikenal karena kekejaman, kecemburuan, dan temperamennya yang buruk.

Pada tahun 1498, Raja Yeonsangun mengetahui kebenaran tentang eksekusi ibunya, Ratu Yoon.

Hal itu terjadi pada masa pemerintahan Raja Seongjong, ayahnya.

Dia mengeksekusi semua orang yang mendukung kematian ibunya, dan ini dikenal sebagai Pembersihan Literati Pertama.

Pada tahun 1504, Raja Yeonsangun membunuh dua selir ayahnya serta neneknya, Ratu Insu.

Dia juga mengeksekusi para sarjana yang telah membujuk auahnya untuk membunuh ibunya, kemudian dikenal dengan Pembersihan Literati Kedua.

Karena begitu banyak kematian yang dia perintahkan, sekelompok pejabat, di antaranya Bak Wonjong dan Seon Huian, berkomplot untuk menggulingkan Raja Yeonsangun demi saudaranya, Pangeran Agung Jinseong.

Pada tahun 1506, mereka melancarkan kudeta dan menggulingkan Raja Yeonsangun.

Raja Yeonsangun diturunkan pangkatnya menjadi seorang pangeran dan diasingkan ke Pulau Ganghwa, dan kemudian meninggal pada tahuin itu pula, melansir History of Royal Women.

Pangeran Agung Jinseong sekarang menjadi raja, yang kemudian dikenal sejarah sebagai Raja Jungjong.

Sementara, Dangyeong diangkat sebagai Ratu, namun hanya selama tujuh hari.

Ayahnya, yang adalah pendukung Raja Yeonsangun, menentang penobatan Raja Jungjong dan penobatan putrinya menjadi Ratu.

Pejabat yang sama yang telah menggulingkan Raja Yeonsangun dan menobatkan Raja Jungjong bertanggung jawab atas kejatuhan Ratu Dangyeong.

Namun, mereka menuduh Shin Su-guen berkhianat.

Dia kemudian dibunuh karena berada di balik kudeta tersebut.

Karena RatuDangyeong adalah putri seorang pengkhianat, maka mereka menggulingkannya sebagai ratu.

Ratu Jungjong yang malang tidak bisa berbuat apa-apa untuk membantu istrinya, yang sangat dicintainya itu.

Meskipun dia adalah raja, namun dia tidak kuat, para bangsawanlah yang memegang kekuatan sebenarnya.

Ratu Dangyeong pun diusir dari istana dan dikirim ke Gunung Inwang, di tempat itulah dia dipaksa untuk menjalani sisa-sisa harinya.

Raja Jungjong dipaksa untuk menikahi Ratu Janggyeong.

Ketika Raja Jungjong sangat merindukan istri pertamanya, dia dengan sedih akan menatap ke arah Gunung Inwang.

Pada tahun 1515, yang merupakan tahun kesepuluh pemerintahan Raja Jungjong, Ratu Janggyeong meninggal.

Sekelompok pendukung Dangyeong, terutama Kim Jeong dan Bak Sang, mempertaruhkan nyawa mereka dengan mengajukan tugu peringatan untuk mengembalikan Ratu Dangyeong sebagai ratu.

Setelah menyerahkan tugu peringatan, Kim Jeong diracun, dan Bak Sang diasingkan.

Raja Jungjong sendiri kemudian menikah dengan Ratu Munjeong dan memiliki beberapa selir, kemudian memiliki lima belas anak.

Pada tanggal 27 Desember 1557, Ratu Dangyeong meninggal tanpa anak dan sendirian pada usia 71 tahun, lalu dimakamkan di situs pemakaman pribadi.

Baru pada tahun 1698 sebuah kuil didirikan untuknya.

Pada tahun 1775, di bawah pemerintahan ke-51 Raja Yeongjo, dia akhirnya dikembalikan ke gelarnya sebagai ratu.

Makamnya dikenal sebagai Olleung, makam Ratu Dangyeong yang sangat sederhana, tidak menggunakan nisan batu, hanya ada beberapa patung harimau dan domba.

Di tempat itu dulunya ada kuil, tetapi dipindahkan pada tahun 1970 untuk pembangunan jalan.

Pendukung Ratu Dangyeong, kesetiaan Kim Jeong dan Bak San pun diakui, mereka dibuatkan monumen peringatan yang dikenal sebagai Sunchang Samindae.

Pada akhirnya, Ratu Dangyeong dikhianati oleh para bangsawan yang memberinya kekuasaan.

Karena ayahnya, maka dia pun digulingkan, dia menjadi pion yang tidak bersalah dalam perebutan kekuasaan.

Sementara Raja Jungjong memiliki dua istri lagi, kisah Ratu Dengyeong menunjukkan betapa tidak berdayanya dia untuk mengendalikan nasibnya sendiri.

Dia meninggal sebagai wanita yang kesepian dan terlupakan.

Namun, tidak sampai 200 tahun kemudian setelah kematiannya, dia akhirnya menerima pengakuan yang sempat hilang dari hidupnya.

Baca Juga: Meski Dijuluki ‘Mutiara yang Bawa Cahaya dalam Kegelapan’ Namun Punya Dendam Atas Penculikan yang Terjadi pada Mertuanya Saat Pergi Haji, Inilah Kisah ‘Ratu Kecil Sheba’ Ratu Arwa Penguasa Yaman

Baca Juga: Legenda Sammuramat dan Semiramis, Ratu Babilonia yang Termasyhur, Berubah Jadi Seekor Burung Merpati Ketika Meninggal dan Dianggap Sebagai Dewi dalam Mitologi

Ingin mendapatkan informasi lebih lengkap tentang panduan gaya hidup sehat dan kualitas hidup yang lebih baik? Langsung saja berlangganan Majalah Intisari. Tinggal klik di https://www.gridstore.id/brand/detail/27/intisari

Artikel Terkait