Intisari-Online.com - Pada suatu sore saya terlibat perbincangan seru dengan seorang kawan. Kami berdebat tentang peran bakat untuk meraih kesuksesan individu. Teman saya sangat percaya, kerja keras adalah hal paling penting untuk mencapai sukses, sementara bakat nomor kesekian.
Saya setuju namun di hati ini ada satu pertanyaan mengganjal. Jika kerja keras adalah nomor satu, kenapa saya tak jua jago bermain catur? Dulu kurang apa saya belajar catur. Mulai dari membeli buku-buku teori catur hingga ikut klub. Hasilnya, meski sudah cukup fasih memainkannya, pada sebuah kesempatan saya kalah telak dengan anak kelas 5 SD yang tak pernah belajar catur secara serius!
Meski demikian, harus diakui bahwa bakat bukanlah segala-galanya. Fakta berbicara, ada banyak orang berbakat tapi tak bisa menghasilkan mahakarya karena tak punya ketekunan. Namun, jika seseorang mempunyai bakat dan ketekunan, hasilnya pasti luar biasa. Kerja keras yang dilakukannya akan di-leverage dengan dahsyat oleh bakat yang dimilikinya.
Masalahnya sekarang, tidak gampang bagi seseorang untuk mengenali bakatnya sendiri ataupun orang lain. Ada banyak kasus, orangtua menganggap kebisaan anaknya sebagai bakat. Padahal belum tentu. Akhirnya, si anak salah jurusan dan baru sadar ketika si anak sudah dewasa. Tidak mengapa memang, tapi alangkah indahnya jika anak sudah diberi kesempatan menekuni bakatnya sejak dini. Walhasil, peluang si anak melahirkan mahakarya saat dewasa terbentang lebar.
Begitu banyaknya sisi misteri dan keunikan tentang bakat, maka pada edisi ini Intisari sengaja membuat laporan utama dengan tema Mengolah Bakat Menjadi Berkat. Silakan baca rubrik Sorotan yang berjudul, “Yuk, Pancing Keluar Minat dan Bakat Anak”.
Semoga bermanfaat. Tabik.
Penulis | : | Yoyok Prima Maulana |
Editor | : | Yoyok Prima Maulana |
KOMENTAR