Intisari-Online.com -Korea Utara mengklaim sudah mengirim pesawatnya ke China untuk bisa mendapatkan bantuan medis usai dihantam wabah Covid-19.
Namun, beberapa pihak menilai upaya tersebut sia-sia bahkan ada yang menyebutnya hanya basa-basi.
Hal ini merujuk pada pendapat pakar yang menyatakan bahwa penanganan Covid-19 di Korut sudah terlambat.
Uniknya, di tengah kekhawatiran masyarakat dunia tentang kondisi Korut, banyak pihak meyakini bahwa Kim Jong-Un justru malah semringah dengan kondisi yang ada.
Bagaimana hal tersebut bisa terjadi? Simak uraiannya berikut ini.
Seperti diketahui, Korea Utara, negeri yang sangat terisolasi dari dunia luar, baru saja mengumumkan wabah Covid-19.
Sebuah fakta yang tentu saja membuat dunia terkejut sekaligus khawatir luar biasa.
Mengejutkan karena wabah Covid-19 di negara ini 'terlambat' lebih dari dua tahun dibandingkan negara-negara lain di seluruh dunia.
Namun, di sisi lain, kondisi tersebut juga sangat mengkhawatirkan karena selama ini rakyat Korut tidak pernah memperoleh vaksinasi Covid-19.
Sementara fasilitas kesehatan mereka, berdasarkan laporan ahli, jauh dari kata memadai.
Sebenarnya secercah harapan muncul pada Senin (16/5) saat Korea Utara telah menerbangkan pesawatnya ke tetangga sekaligus sahabat terdekatnya, China.
Seperti dilaporkan Yonhap, tiga pesawat Air Koryo terbang ke Kota Shenyang, China, dan terbang kembali ke Korut pada keesokan harinya.
Pesawat-pesawat tersebut terbang kembali dengan mengangkut pasokan medis dalam rangka menangani terjangan Covid-19.
"Mereka (Korea Utara) mungkin akan mengoperasikan penerbangan tambahan karena jumlah yang mereka kirimkan kali ini belumlah cukup," sebut Yonhap mengutip sumber yang tidak disebutkan namanya, seperti dilansir Reuters.
Namun, hanya selang beberapa hari kemudian, harapan tersebut nampaknya harus segera disingkirkan.
Hal ini merujuk pada pernyataan Dr. Oh Myoung-don, kepala komite Pusat Medis Nasional untuk manajemen klinis penyakit menular baru Korea Selatan.
Dokter Oh menyebut bahwa rakyat Korea Utara sudah terlambat diselamatkan dari hantaman Covid-19.
Bahkan, Oh memprediksi bahwa dalam waktu dekat akan ada puluhan ribu kematian di negara pimpinan Kim Jong-Un tersebut.
Pernyataan yang disampaikan dalam sebuah forum virtual yang dilansir olehKorea Heraldtersebut mengungkapkan pada akhir gelombang tersebut akan ada 34.000 jiwa meninggal.
Perhitungan tersebut merujuk pada perbandingan wabah Omicron yang menerjang Hong Kong pada6 Januari hingga 21 Maret tahun ini.
Pada periode tersebut, Hong Kong menderita banyak kematian, terutamaorang-orang yang tidak divaksinasi berusia 60 tahun ke atas.
Rentang usia dan kondisi tanpa vaksinasi ini menurut Oh sama persis dengan yang terjadi di Korut.
Korea Utara memiliki 2.409.986 warga yang berusia 60-an dan lebih tua, yang mencakup 9% dari seluruh populasinya, menurut statistik PBB tahun 2019, yang tentu saja tidak divaksinasi.
“Mengingat Korea Utara tidak memiliki sistem perawatan kesehatan memadi seperti Hong Kong, tingkat kematian bisa lebih tinggi di sana,” katanya.
Di sisi lain, beberapa pihak memiliki sebuah dugaan liar tentang apa yang sedang ada di benak Kim Jong-Un kini.
Beberapa memang menduga bahwa sang pemimpin otoriter tersebut tengah cemas dan waspada dengan serangan Covid-19.
Namun, beberapa justru menduga bahwa Kim Jong-Un justru menghadapi kondisi darurat tersebut dengan sedikit semringah.
Hal ini terkait dengan kebijakan Kim Jong-Un yang mengijinkan jasad warganya untuk diolah menjadi pupuk tanaman, seperti dilansir Daily Mirror.