Intisari - Online.com -Menanggapi perang Rusia-Ukraina, Paus Fransiskus menyatakan bahwa Presiden Rusia Vladimir Putin berencana mengakhirinya pada 9 Mei, atau Hari Kemenangan Rusia.
Kabar tersebut diterima Paus dari Perdana Menteri Hongaria, Victor Orban yang mengatakan kepadanya.
Paus, yang mengaku diberitahu informasi ini pada akhir April lalu, menyatakan hal ini kepada surat kabar Italia, Corriere della Sera dalam sebuah wawancara yang diterbitkan Selasa (3/5/2022).
"Orban, ketika saya bertemu dengannya, dia mengatakan kepada saya bahwa Rusia punya rencana, bahwa semuanya akan berakhir pada 9 Mei," kata Paus Fransiskus, dikutip dari CNN.
"Ini juga akan menjelaskan kecepatan eskalasi hari ini. Karena sekarang bukan hanya Donbas, ini Krimea, ini Odesa, itu mengambil pelabuhan Laut Hitam dari Ukraina, itu segalanya."
"Tidak ada cukup keinginan untuk perdamaian," kata Paus.
"Saya pesimis, tetapi kita harus membuat setiap gerakan yang mungkin untuk menghentikan perang," imbuhnya.
Namun ternyata 9 Mei itu bukanlah akhir dari invasi Rusia ke Ukraina.
Berbagai konflik antar negara yang terjadi saat ini kian menimbulkan ancaman dimulainya perang dunia 3.
Sayangnya, ancaman perang dunia tampaknya benar-benar akan terjadi dalam waktu dekat dan segera dicetuskan oleh Presiden Rusia, Vladimir Putin.
Hal ini disampaikan oleh Menteri Pertahanan Inggris Ben Wallace yang mengungkapkan bahwa Putin sangat memungkinkan mengumumkan perang pada 9 Mei mendatang, bertepatan dengan Rusia yang merayakan kemenangan Uni Soviet terhadap NAZI Jerman dalam Perang Dunia 2.
Ben menambahkan, hal ini dilakukan Putin demi memobilisasi rakyat Rusia melawan dunia.
"Kami telah melihat sejumlah pernyataan dari Putin baru-baru ini. Dia mengatakan 'ini menjadi perang, ini adalah perang proxy', padahal bukan," tegas Ben dikutip dari Express.co.id, Selasa (3/5/2022).
Menurut Ben, isu NAZI akan diangkat kembali oleh Putin dalam peringatan hari kemenangan itu dan akan dikaitkan dengan peperangan yang lain, bukan hanya melawan Ukraina, tapi seluruh 'Nazi di dunia'.
Putin sebelumnya sudah mewanti-wanti dia akan melakukan pembalasan secepat kilat jika negara-negara Barat ikut campur di Ukraina.
Pernyataan ini keluar dari mulut Putin sendiri ketika Presiden AS Joe Biden menyatakan mendukung perjuangan Ukraina melawan Rusia.
Sementara itu, berbicara kepada anggota parlemen di St Petersburg, Putin mengatakan Barat ingin memecah belah Rusia.
Ia menuduh Barat mendorong Ukraina ke dalam konflik dengan negaranya.
"Jika seseorang berniat untuk campur tangan dalam peristiwa yang sedang berlangsung dari luar, dan menciptakan ancaman strategis bagi Rusia yang tidak dapat kami terima, mereka harus tahu bahwa serangan balasan kami akan secepat kilat," kata Putin dalam video pidatonya yang dikutip oleh media Rusia, sebagaimana dikutip oleh Channel News Asia (CNA).
"Kami memiliki semua alat untuk ini, hal-hal yang tidak dapat dibanggakan orang lain sekarang. Dan kami tidak akan menyombongkan diri, kami akan menggunakannya jika perlu. Dan saya ingin semua orang tahu itu."
Rusia sendiri sudah mengatakan kepada AS untuk berhenti mengirim senjata ke Ukraina.
Kremlin menambahkan pengiriman senjata dari Barat dalam jumlah besar mengobarkan konflik.
Sementara itu, mengutip CNBC International, ahli strategi mengatakan sebenarnya Putin menghindari risiko dengan Barat dan menekankan bahwa kemungkinan perang nuklir sangat kecil.
Namun tegasnya, ancaman serius bisa muncul jika ia merasa dipermalukan di medan perang.
"Putin memiliki sejarah meningkatkan ketidakpastian. Jika dia merasa bahwa Rusia sedang dipermalukan dalam beberapa cara. Jika ada kemunduran besar, terutama pada sekitar tanggal 9 (Mei) maka ada risiko tindakan yang tidak dapat dipatahkan," terangnya.
Paus Fransiskus sendiri menyatakan siap berkunjung ke Moskow untuk bertemu dengan Putin.
Dia juga membandingkan perang di Ukraina dengan genosida di Rwanda.
"Kami belum menerima jawaban dan kami masih bersikeras, bahkan jika saya khawatir Putin tidak dapat dan tidak ingin mengadakan pertemuan ini sekarang. Tetapi begitu banyak kebrutalan, bagaimana Anda tidak bisa menghentikannya? Dua puluh lima tahun yang lalu kami mengalami hal yang sama dengan Rwanda," kata Paus Fransiskus.
Paus mengaku tidak akan melakukan perjalanan ke Kyiv untuk saat ini, namun berencana mengirim perwakilan.
"Pertama saya harus pergi ke Moskow, pertama saya harus bertemu Putin. Tapi saya juga seorang pendeta, apa yang bisa saya lakukan? Saya akan melakukan apa pun yang saya bisa. Jika Putin membuka pintu," katanya.