Advertorial

Petantang-petentengnya Percis Zelensky, Inilah Francisco Solano Lopez, Presiden yang Bikin Negaranya Dikepung 3 'Raksasa', Setengah Populasi Lenyap Sia-sia

Muflika Nur Fuaddah
Muflika Nur Fuaddah

Editor

Intisari-Online.com -Dijuluki Setan II oleh Barat, hulu ledak Sarmat-RS28 yang dikembangkan Rusia telah berhasil diuji oleh Kremlin, dan dapat digunakan melawan musuh Moskow.

MelansirExpress.co.uk, Jumat (22/4), Putin meluncurkan senjata itu ke Rusia pada Rabu malam.

Seakan tak mau kalah dari Rusia, kini foto-foto pasukan Ukraina membawa peluncur rudal Javelin di pundak mereka menyebar ke seluruh dunia.

Senjata anti-tank yang mampu menembus armor paling canggih dan sangat berguna dalam perang gerilya ini menjadi simbol perlawanan Ukraina terhadap invasi Rusia.

Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky tak jua menyerah digempur Rusia, mirip dengan Francisco Solano Lopez dari Paraguay dahulu yang menyulut Perang Aliansi Tiga.

Perang Aliansi Tiga yang terjadi pada 1864/65–70 merupakan konflik paling berdarah dalam sejarah Amerika Latin.

Perang ini terjadi antara Paraguay dan negara-negara sekutu Argentina, Brasil, dan Uruguay.

Melansir Britannica.com, pada awalnya Paraguay telah terlibat sengketa perbatasan dan dengan Argentina dan Brasil selama bertahun-tahun.

Uruguay juga berjuang untuk mencapai dan mempertahankan kemerdekaan mereka dari kekuatan yang sama, terutama dari Argentina.

Lopez berusaha jadi juru damai di Amerika Selatan dan memprovokasi Brasil dengan berkata "menyerang Uruguay berarti juga mengganggu kedaulatan Paraguay."

Pada tahun 1864 Brasil membantu pemimpin Partai Colorado Uruguay untuk menggulingkan lawannya dari Partai Blanco, dimana diktator Paraguay, Francisco Solano Lopez, percaya bahwa keseimbangan kekuatan regional terancam.

Bartolome Mitre, presiden Argentina, kemudian mengorganisir aliansi dengan Brasil dan Uruguay yang dikendalikan Colorado (Aliansi Tiga), dan bersama-sama mereka menyatakan perang terhadap Paraguay pada 1 Mei 1865.

Tindakan Lopez—setelah dia mengumpulkan 50.000 tentara dipandang oleh banyak orang sebagai agresi.

Tetapi, saat perang berlangsung, banyak orang Argentina dan lainnya melihat konflik tersebut sebagai perang penaklukan Mitre.

Pada awal perang, pada tahun 1865, pasukan Paraguay maju ke utara ke provinsi Brasil Mato Grosso dan ke selatan ke provinsi Rio Grande do Sul.

Masalah logistik dan penumpukan kekuatan pasukan sekutu memaksa Paraguay untuk mundur di belakang perbatasan mereka.

Pada Juni 1865, angkatan laut Brasil mengalahkan armada Paraguay di Sungai Paranadi Riachuelo, dekat kota Corrientes di Argentina; pada Januari 1866 sekutu telah memblokade sungai-sungai yang menuju ke Paraguay.

Pada bulan April Mitre memimpin pasukan invasi sekutu ke Paraguay barat daya tetapi dicegah untuk maju selama dua tahun.

Pertempuran sengit terjadi; yang paling menonjol, dimenangkan oleh Paraguay di Curupayty pada bulan September 1866.

Kemenangan itu mampu menghambat serangan sekutu selama hampir satu tahun.

Kedua belah pihak menderita kerugian besar dalam selama perang.

Pada Januari 1868 Mitre digantikan sebagai panglima tertinggi oleh marques Brasil (kemudian duque) de Caxias.

Pada bulan Februari kapal lapis baja Brasil menerobos pertahanan Paraguay di benteng sungai Humaita, dekat pertemuan sungai Parana dan Paraguay, dan terus membombardir Asuncion, ibu kota.

Dalam Kampanye Lomas Valentinas pada bulan Desember, tentara Paraguay dimusnahkan.

Lopez melarikan diri ke utara dan melakukan perang gerilya sampai dia terbunuh pada 1 Maret 1870.

Orang-orang Paraguay secara fanatik berkomitmen pada Lopez dan upaya perang, dan sebagai hasilnya mereka berjuang sampai titik pembubaran.

Perang membuat Paraguay benar-benar terpuruk; populasi sebelum perang sekitar 525.000 berkurang menjadi sekitar 221.000 pada tahun 1871, setengah populasinya habis.

Baca Juga: Pantas Saja Amerika Mati-matian Dukung Ukraina Melawan Rusia Hingga Kucurkan Uang Lebih dari Rp10 Triliun, Terungkap Ada Maksud Tersembunyi di Balik Rencana Itu

(*)

Artikel Terkait