Saat ini, lonjakan harga minyak yang disebabkan oleh invasi Rusia ke Ukraina telah memaksa ekonomi terbesar di Asia Tenggara untuk menanggung beberapa biaya yang lebih tinggi kepada pengemudi dan pengguna energi lainnya.
Langkah ini diperkirakan akan lebih meningkatkan tingkat inflasi Indonesia dari 2,64% di bulan Maret, tertinggi dalam dua tahun.
Pekan lalu, ribuan mahasiswa bergabung dalam aksi unjuk rasa di Jakarta dan kota-kota besar lainnya, memprotes kenaikan harga bensin dan lainnya.
Joko Widodo sebelumnya menyebut beberapa menteri kabinet karena gagal menjelaskan secara kepada publik alasan kenaikan harga.
Jika harga minyak yang tinggi terus berlanjut, mereka dapat memotong persentase penuh dari tingkat pertumbuhan Indonesia dan negara berkembang besar lainnya yang mengimpor banyak minyak, tulis Indermit Gill, wakil presiden Bank Dunia untuk Pertumbuhan, Keuangan dan Institusi yang Berkeadilan, dalam posting blog di bulan Maret.
Sebelum perang pecah, Gill mencatat, China dan Indonesia (diperkirakan tumbuh) sebesar 5%, jadi perlambatan pertumbuhan sebesar 1 poin persentase berarti pertumbuhan akan terpangkas antara seperlima dan setengahnya.
Situasi tersebut mencerminkan bagaimana harga minyak yang tinggi dapat berdampak pada ekonomi dan politik importir minyak bersih yang membanggakan diri atas kebijakan luar negerinya yang independen dan aktif.
Source | : | Reuters,Nikkei Asian Review |
Penulis | : | Afif Khoirul M |
Editor | : | Afif Khoirul M |
KOMENTAR