Intisari-online.com -Cerita mengenai Perang Dunia II masih belum sepenuhnya diungkapkan.
Ada dua teater dalam Perang Dunia II.
Teater pertama adalah teater Pasifik yang digunakan untuk pertempuran Sekutu melawan pasukan Jepang.
Sementara teater kedua adalah teater Eropa tempat pasukan Nazi bertempur dengan Uni Soviet.
Pada musim dingin Rusia di tahun 1941-1942, kondisi memburuk dengan cepat.
Pasukan Soviet, Red Army, tetap siaga berperang di tengah musim dingin tersebut.
Mereka menghadapi pasukan Nazi Jerman untuk mencegah Soviet jatuh ke Jerman.
Pasukan Jerman sendiri tidak kalah bala bantuan kala itu.
Mereka membawa sekutu mereka, pasukan dari Spanyol.
Keunggulan pasukan itu sedikit diragukan, karena mereka biasa berlatih di pantai Mediterania dengan paparan sinar matahari.
Justru malah mereka bertarung di neraka antartika yang hanya berikan warna putih sejauh mata memandang dengan suhu di bawah nol derajat.
Namun, Divisi Azul atau Blue Division yang dipimpin oleh Mayor Jenderal Agustin Munoz-Grandes, justru torehkan salah satu aksi paling heroik di Perang Saudara Spanyol.
Keuletan Pasukan Spanyol
MengutipWarfare History Network, pertempuran yang tertanggal 4 Desember 1941 tersebut sebenarnya Spanyol sudah kalah jumlah.
Pasukan Spanyol kalah jumlah dengan pasukan Soviet dengan perbandingan 2 banding 1.
Saat itu, suhu udara turun sampai minus 40 derajat, tapi Blue Division bertempur dengan penuh keberanian dan akhirnya berhasil menduduki wilayah tertentu.
Kemudian saat pertempuran itu berakhir, pasukan Spanyol temukan tumpukan mengerikan jasad-jasad yang tertimbun salju.
Mereka rupanya adalah ratusan rekan pejuang mereka yang telah dipenjara oleh Soviet dan disiksa sampai mati.
Bertekad membalaskan dendam, beberapa anggota Blue Division segera temukan sepasukan batalyon Red Army mencoba menyeberangi sungai beku dan melepaskan tembakan api kepada mereka untuk membunuh semua Pasukan Blue Division tersebut.
Saat terpojok atau terkurung oleh pasukan musuh, pasukan Spanyol, disebut sebagai Guripa, bertarung sampai mati seperti pasukan Rusia.
"Satu-satunya hal yang masih ada untuk kita adalah meninggal dengan gaya terbaik yang mungkin dilakukan," ujar salah satu anggota pasukan Blue Division.
Jarang ada yang menangkap tahanan perang dan seringnya kematian menjadi nasib para pasukan yang kalah, dengan cara-cara mengerikan.
Kemudian pada 27 Desember 1941, dilaporkan jika "Orang Spanyol yang tewas terbaring di tanah dengan pemecah es Soviet.
"Yang terluka telah dihabisi. Sebuah pemecah es berkilau di tengah dahi guripa yang jatuh."
Pada musim dingin pertama di tahun 1941-1942 di Rusia, beberapa unit Jerman tewas semua akibat cuaca dingin ekstrim.
Seluruh resimen tertutup es dan membeku serta tampak seperti hantu.
Kendaraan perang membeku, kuda-kuda mati, beberapa prajurit bahkan mati saat cairan otak di otak mereka membeku di bawah helm baja.
Namun perang musim dingin yang brutal itu tetap berlanjut.
Pada Januari 1942, dengan suhu turun sampai minus 55 derajat, divisi infanteri Jerman menemukan diri mereka terjebak di dekat Lake Ilmen, dan Jenderal Munoz-Grandes menerima perintah untuk mengirim Blue Division menyelamatkan unit tersebut.
Satuan tugas segera dibentuk, terdiri dari 370 orang dengan ski, satu peleton Latvia berisi 40 orang dan kereta luncur ditarik kuda diawaki 70 pembantu Rusia anti-Soviet.
Pasukan tersebut lakukan pawai selama 11 hari, menyeberangi danau beku dan menyerang musuh.
Selanjutnya saat pertempuran dua hari berakhir, hanya 14 orang Spanyol yang masih hidup, tapi Soviet sudah hancur.
Pengantin Pria Kematian
Munoz-Grandes memuji pasukannya dan sering menyatakan "keras adalah musuh dan lebih keras adalah musim dingin Rusia, tapi lebih keras adalah pasukanku, kalian adalah kebanggaan ras kita. Percaya pada Tuhan dan menyerang seperti pasukan Spanyol!"
Pasukan Spanyol jarang menyerah, tapi pilih meninggal dengan senjata di tangan mereka, layaknya Pasukan Imperial Jepang di Pasifik.
Namun yang membuat kewalahan Red Army adalah gaya bertempur Blue Division, yang seperti gaya Afrika yaitu veteran Moroko.
Para veteran Moroko tersebut akan mengirim pasukan Rusia dalam keadaan mati dan tanpa telinga, hidung serta jari mereka.
Mereka brutal sampai dijuluki oleh Jenderal Munoz-Grandes sebagai "Pengantin Pria Kematian" dan mereka memaksa pasukan Red Army menyerah waktu, serangan dan pertahanannya.
Ingin mendapatkan informasi lebih lengkap tentang panduan gaya hidup sehat dan kualitas hidup yang lebih baik?Langsung saja berlangganan Majalah Intisari. Tinggal klik disini