Intisari-Online.com - Kebayoran. Warga Jakarta mungkin tidak asing dengan nama itu. Lokasinya ada di tengah kota. Akses dari dan menuju kawasan itu pun sangat mudah. Dia dilalui berbagai macam moda transportasi, ada MRT, Busway, KRL, dan trasportasi umum lainnya. Secara administrasi, Kebayoran masuk ke dalam wilayah Kota Jakarta Selatan dan merupakan pusat pemerintahan kota tersebut.
Kebayoran memiliki nilai penting dalam proses pembangunan wilayah DKI Jakarta. Didirikan semasa sisa-sisa kekuasaan Belanda masih bercokol di Indonesia, Kebayoran mengalami perkembangan yang sangat pesat dari waktu ke waktu. Di sana berdiri bangunan-bangunan penting untuk kegiatan ekonomi, sosial, budaya hingga pemerintahan. Kebayoran juga menjadi daerah penghubung antara wilayah di Selatan dan Pusat Jakarta. Kawasan itu pun kini dikenal sebagai salah satu objek vital di wilayah Ibu Kota.
Nama Kebayoran pertama kali muncul di dalam arsip pemerintah kolonial Belanda pada permulaan abad ke-19. Mereka memberi nama Kebayoran sebagai Kuboejoran. Berdasarkan arsip peta koleksi Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI) tahun 1824, Kuboejoran merupakan sebuah perkampungan yang lokasinya berbatasan langsung dengan Kampung Jatie. Wilayah Kuboejoran dahulu diapit oleh dua sungai, yakni Kali Krukut (timur) dan Kali Grogol (Barat).
Menurut Nadia Purwestri, peneliti dari Pusat Dokumentasi Arsitektur, nama Kebayoran kembali berubah di tahun 1824-1854. Berdasarkan arsip peta lain, koleksi ANRI, di rentang tahun tersebut, nama Kebayoran berubah menjadi Het Land Pabayoran Wastunagara. Lokasinya pun menjadi lebih dekat dengan kali Grogol.
Dalam acara Plesiran Tempo Doeloe (virtual tour): Kebajoran bikinan CSW, diselenggarakan Sahabat Museum pada 27 Maret 2022, Nadia menunjukkan perubahan lain dari nama Kebayoran. Berdasarkan peta Jakarta tahun 1914, koleksi Perpustakaan Universitas Leiden, Belanda, nama kawasan itu berganti menjadi Kebajoran.
“Nama Kebajoran ini berdekatan dengan nama-nama yang sejak tahun 1824 itu sudah tertera pada peta, yaitu ada Gandaria, Pela, Petogogan, Tanah Kusir, dan lain-lain,” kata Nadia.
Memasuki tahun 1940-an, pemerintah Belanda membangun kawasan lain di Kebayoran, namanya Kebajoran Baru. Lokasinya ada di 4,5 kilometer dari batas selatan Kota Jakarta kala itu, tepatnya di daerah Dukuh Atas sekarang. Proyek pembangunan Kebajoran Baru dicanangkan pertama kali pada 1948 dalam sebuah sidang Dewan Perumahan Pusat milik pemerintah Belanda.
Pembangunan Kebajoran Baru juga dilaksanakan bersamaan dengan terbitnya surat keputusan pembentukan kota di Jakarta. Kala itu, Pemerintah Kotapraja Jakarta tahun 1948 membutuhkan tambahan unit perumahan untuk rakyat. Tidak hanya itu, proyek Kebajoran Baru menjadi upaya pemerintah memulihkan fisik kota setelah berakhirnya pendudukan Jepang di Indonesia.
Kebajoran Baru merupakan eksperimen kota satelit pertama di ibu kota yang dibangun setelah Perang Dunia II. Proyek tersebut, imbuh Nadia, dijalankan semasa Belanda berusaha mengambil alih kembali kekuasaan di Indonesia. Namun karena pemerintahan akhirnya jatuh sepenuhnya ke tangah kekuasaan Republik Indonesia, proyek pembangunan kawasan Kebajoran Baru menjadi terhambat.
“Kebajoran Baru itu dibayangkan dapat menjadi perluasan wilayah dari Jakarta yang memiliki fasilitas-fasilitas penunjangnya sendiri sebagai sebuah kota yang mandiri,” ucap Nadia.
Penulis | : | Muhammad Fazil Pamungkas |
Editor | : | Ade S |
KOMENTAR