Intisari-Online.com -Sejak dimulai pada 24 Februari lalu, invasi Rusia ke Ukraina masih berlangsung hingga saat ini.
Selama invasi berlangsung, banyak masyarakat sipil Ukraina mengungsi ke negara lain, tak terkecuali penduduk kota Mariupol.
Beberapa penduduk Kota Mariupol di Ukraina terpaksa melarikan diri dari blokade pasukan Rusia dengan berjalan kaki.
Menurut Gubernur Wilayah Donetsk, Pavlo Kyrylenko, hal itu mereka lakukan karena sebagian besar upaya evakuasi resmi telah gagal setelah pasukan Rusia melanjutkan serangan.
Sekitar 400.000 orang telah terperangkap di kota pelabuhan strategis itu selama lebih dari dua minggu.
Mereka berlindung dari pengoman berat yang telah memutuskan pasokan listrik, pemanas, dan air pusat.
Rusia sendiri telah membantah mengebom daerah pemukiman atau menargetkan warga sipil di Ukraina.
Berbicara di televisi nasional Ukraina, Gubernur Pavlo Kyrylenko mengatakan sekitar 35.000 telah berhasil meninggalkan Kota Mariupol dalam beberapa hari terakhir.
Rusia telah berulang kali menolak klaim bahwa tindakannya di Ukraina adalah invasi.
Presiden Rusia Vladimir Putin dalam pidatonya di Stadion Luzhniki mengatakan bahwa membebaskan rakyat Donbass dari "genosida" yang dilancarkan terhadap mereka adalah tujuan utama dari operasi khusus Rusia di Ukraina, melansir Sputniknews, Jumat (18/3/2022).
"[Penduduk Donbass], yang tidak setuju dengan kudeta [2014] [di Kiev], segera dipukul dengan operasi militer hukuman. Blokade segera diberlakukan terhadap orang-orang ini. Mereka menjadi sasaran penembakan sistematis, serangan udara. Inilah yang disebut 'genosida'".
Putin melanjutkan dengan menambahkan bahwa demiliterisasi dan de-Nazifikasi Ukraina akan dilakukan dan semua "penjahat perang" yang bertanggung jawab atas pertumpahan darah di Donbass, akan dihukum.
Dia mengklarifikasi bahwa itu adalah satu-satunya cara untuk menghentikan "genosida" di sana.
Presiden Rusia memerintahkan dimulainya operasi khusus di Ukraina pada 24 Februari menyusul permintaan dari Republik Rakyat Donetsk dan Lugansk (DPR dan LPR) untuk melindungi mereka dari serangan pasukan Ukraina dan batalyon nasionalis.
Putin menyatakan bahwa Rusia tidak punya pilihan lain selain campur tangan untuk membantu republik Donbass yang baru diakui.
Dia menggambarkan tujuan operasi sebagai demiliterisasi dan de-Nazifikasi Ukraina.
Putin juga bersumpah bahwa angkatan bersenjata Rusia hanya akan menargetkan tujuan militer.
Kremlin juga telah berulang kali menolak klaim oleh pemerintah asing dan media bahwa operasi itu adalah "invasi".
Rusia menekankan bahwa pasukan Rusia tidak memiliki tujuan untuk merebut Ukraina.
Rusia hanya berusaha untuk melucuti senjata dan menghilangkan ancaman nasionalis.
Meskipun demikian, negara-negara di Barat menjatuhi Rusia dengan sanksi ekonomi paling keras hingga saat ini.
Sanksi tersebut menargetkan sektor perbankan dan energi ekonomi, serta Bank Sentral dan secara ilegal membekukan cadangan devisa Rusia.