Intisari-Online.com - Rusia menyebut invasinya ke Ukraina sebagai "operasi militer khusus" untuk "demliterisasi dan "denazifikasi" Ukraina.
Selama "operasi militer khusus" tersebut, Rusia membantah menargetkan infrastruktur sipil.
Klaim itu tentu ditolak oleh Ukraina dan sekutunya yang menyebutnya sebagai pembenaran tanpa dasar Rusia untuk memulai perang.
Beberapa waktu lalu, pasukan Rusia membombardir sebuah rumah sakit bersalin di Ukraina.
Namun, Menteri Luar Negeri Rusia Sergey Lavrov mengatakan rumah sakit Mariupol yang diserang pada 9 Maret telah berhenti merawat pasien dan digunakan sebagai "basis Batalyon Azov ultra-radikal".
Pemboman Rusia di sebuah rumah sakit bersalin di kota pelabuhan Mariupol, Ukraina tersebut membawa kembali ingatan kembali seorang pria bernama Rami al-Fares atas apa yang terjadi di Suriah.
Rami al-Fares mengatakan dia masih terguncang oleh selusin serangan udara yang melanda rumah sakit bedah di Kfar Nabel, sebuah kota di selatan provinsi Idlib yang dikuasai pemberontak Suriah, selama lima tahun dia bekerja di sana sebagai operator sinar-X.
Serangan pertama pada tahun 2014, katanya, menewaskan seorang bayi yang baru lahir dan dua dokter.
Baca Juga: Seisi Dunia Bisa Bernapas Lega, Pakar Ini Beberkan Prediksi Kapan Perang Rusia-Ukraina Berakhir
“Kami bahkan berbagi koordinat dengan PBB untuk memastikan kami tidak menjadi sasaran lagi,” katanya kepada Al Jazeera dari Armanaz, sebuah kota di utara tempat ia melarikan diri setelah pemerintah Suriah dan pasukan sekutu Rusia membombardir Kfar Nabel dan sekitarnya pada akhir pekan tahun 2019.
“Itu seperti yang kami alami. Taktik dan adegan yang sama,” kata al-Fares, mengklaim bahwa serangan terhadap rumah sakit meningkat ketika Rusia mulai meluncurkan serangan udara pada 2015 untuk mendukung pasukan pemerintah Suriah, melansir Al Jazeera, Rabu (16/3/2022).
Penulis | : | Tatik Ariyani |
Editor | : | Tatik Ariyani |
KOMENTAR