Intisari-Online.com -Pada 15 maret 44 SM, Gaius Julius Caesar, diktator Romawi Kuno, ditikam hingga tewas di gedung Senat Romawi oleh 60 orang konspirator pimpinan Marcus Junius Brutus dan Gaius Cassius Longinus.
Caesar adalah sekutu Pompey, pemimpin Partai Rakyat Romawi Kuno yang amat disegani.
Dia menjadi pemimpin partai setelah Pompey meninggalkan Romawi Kuno pada 67 SM untuk memimpin pasukan Romawi di sisi timur.
Pada 63 SM, Caesar terpilih menjadi pontifex maximus atau "pendeta agung".
Banyak yang menduga Caesar melakukan suap besar-besaran untuk mendapatkan jabatan tersebut.
Dua tahun kemudian, dia diangkat menjadi gubernur Spanyol dan pada 61 SM Caesar pulang ke Roma dengan ambisi menjadi seorang konsul. Konsul, jabatan tertinggi di Republik Roma, diduduki dua orang politisi dengan masa jabatan masing-masing satu tahun.
Konsul ini menjadi komandan tentara, memimpin Senat dan melaksanakan dekrit Senat, serta mewakili negara dalam urusan luar negeri.
Caesar kemudian menciptakan sebuah aliansi politik yang disebut Triumvirat Pertama dengan Pompey dan Marcus Licinus Crassus, dua orang terkaya di Roma.
Akhirnya, ambisi politik Caesar terwujud dan pada 59 SM dia terpilih menjadi konsul.
Dia juga berencana memperluas wilayah hingga ke wilayah tengah dan timur Eropa.
Sayangnya, Caesar tak menyadari sekelompok politisi menginginkan kematiannya.
Pembunuhan Caesar dideskripsikan oleh para sejarawan dan dinarasikan dalam sebuah drama oleh William Shakespeare yang memberi kata-kata terakhir "Et tu Brute" atau "dan kamu juga Brutus."
Kata-kata itu ditujukan pada Marcus Junius Brutus, orang kepercayaan Caesar (beberapa sumber menyebut Brutus adalah anaknya) yang ikut dalam persekongkolan menghabisi dia.
'Et tu Brute' adalah kata-kata terakhir Caesar.
Ketika Shakespeare menulis tentang tokoh-tokoh sejarah yang nyata, ia
mengambil informasinya dari tulisan-tulisan para sejarawan.
Baca Juga: Banyak Kaisar Romawi Kuno Dibunuh Saat Berkuasa, Studi Sebut Hujan Jadi Pemicunya, Kok Bisa?
Untuk drama Romawi, ia menggunakan terjemahan Utara dari tulisan biografi sejarawan Romawi Plutarch tentang tokoh-tokoh Romawi.
Iajuga menggunakan sejarawan Romawi lainnya, Suetonius, yang keduanya menulis tentang pembunuhan Julius Caesar.
Shakespeare lebih menyukai kisah Suetonius yang lebih dramatis yang membuatnya mengatakan "Kai su teknon?" ('Kamu juga, anakku?')
Itu adalah bahasa Yunani yang digunakanoleh orang Romawi tingkat tinggi daripada bahasa Latin yang lebih vulgar, yang merupakan bahasa orang biasa, tapi Shakespeare memasukkannya ke dalam bahasa Latin.
Jadi, Shakespeare menggunakan tiga kata ini – et tu brute – untuk efek teatrikal yang maksimal.
(*)