Intisari-Online.com - Rusia sudah mulai mengerjakan kapal selam besarnya yang konon anti terdeteksi oleh radar.
Melansir Daily Star, Rabu (16/2/2022), rencana pembangunankapal selam Rusia, Strazh 2.0 sepanjang 72 meterdengan bobot 1.300 ton diumumkan minggu ini oleh perusahaan Biro Desain Rubin.
Kapal selam Rusia inidirancangmulti-fungsi untuk menekan biaya anggaran militer.
Data awal menunjukkan bahwa kapal selam inimampu mencapai kecepatan 21 knot.
Perusahaan mengklaim bahwa Strazh 2.0 bisa tak terdeteksi radar karena bentuknya.
"Kontur baru dengan busur depan yang memotong gelombang dan sisi miring mengurangi gerakan bergulir."
"Hal itumeningkatkan kemantapan kapal sebagai platform senjata dan memotong tanda tangan radar."
“Selain itu, kapal dapat digunakan untuklatihan dengan pasukan anti-kapal selam dan melatih awak kapal selam klasik."
"Kapal selam inimemiliki jangkauan operasional 4.000 mil laut dengan kecepatan 10 knot, yang dapat ditingkatkan, jika perlu.”
Perusahaan itu juga berkata bahwa kapal selam inimampu berpatroli di wilayah pesisir Rusia.
Lebih jauh, ia bisa segera digunakan dalam mode tempur jika terjadi konflik.
Belum jelas pada tahap apa prototipe kapal selam itu berada, dan tidak ada garis waktu yang terungkap.
Rencana baru itu muncul saat ketegangan terus meningkat atas kemungkinan invasi Ukraina oleh pasukan militer Rusia.
Vladmir Putin bersikerasbahwa dia "tidak ingin perang di Eropa" setelah Amerika Serikat dan Inggris sama-sama menginstruksikan warganya untuk meninggalkan Ukraina atas ancaman tentara Rusia.
SebelumnyaAmerika Serikat (AS) menudingRusiasedang merancang plot mendapat serangan palsu dari Ukraina atau Barat yang nantinya digunakan dalih untuk melancarkan invasi dan memulai perang.
Di sisi lain, pembicaraan antara Barat danRusiamengenai Ukraina kerap berakhir buntu.
Presiden AS Joe Biden bahwa mengirim 2.000 tentaranya ke Eropa awal bulan ini, termasuk penempatan baru ke Rumania dan Polandia di sisi timur NATO.
AS sebelumnya telah memperingatkan bahwaRusiasedang merencanakan "operasi bendera palsu" sebagai alasan untuk menyerang Ukraina.
(*)