Melalui fenomena itulah Ayu dan sahabatnya mengulurkan tangan untuk membuat perubahan. Dengan segala kreativitas yang mereka miliki, tewujudlah sebuah social enterprise (kewirausahaan sosial). Mereka menamainya dengan “Du’Anyam”. Kata “du’a” diambil dari bahasa Flores yang berarti “ibu”.
Du’Anyam berawal dari ucapan serta visi dirinya dengan seorang teman lama. Tujuannya sederhana, tapi mulia. Memberdayakan ibu hamil dalam menjalani hidupnya. Melalui Du’Anyam, Ayu mencoba untuk meningkatkan kesehatan ibu hamil, calon bayi, atau bayi dengan mendongkrak asumsi gizi dan nutrisi yang dibutuhkan.
Dengan kecerdikan melihat kesempatan, Ayu pun memilih untuk menggunakan kearifan lokal. Menganyam dan daun lontar ia padukan hingga menjadi sebuah karya yang menarik. Memang, menganyam telah menjadi sebuah tradisi di sana. Menganyam inilah yang menjadi pekerjaan alternatif bagi mereka yang tengah mengandung. Atau para ibu yang memiliki bayi.
Sejak beraksi pada 2014, Du’Anyam kini memayungi 90 ibu hamil serta mereka yang memiliki bayi. Ke-90 orang itu tersebar di tujuh desa. Yaitu, Desa Dun Tana Lewoingu, Sulengwasen, Tanah Werang, Ile Padung, Liwo, Wulublolong, dan Lebao. Lewat menganyam para ibu mendapatkan penghasilan tambahan untuk memenuhi kebutuhannya. Hasil anyaman yang dibuat dibayar langsung oleh pihak Du’Anyam. Lalu, dipasarkanlah oleh Du’Anyam ke berbagai daerah. Khususnya Jakarta dan berbagai hotel di Bali.
(Temukan artikel lengkap tentang “Azalea Ayuningtyas: Meningkatkan Kesehatan Ibu Hamil Dengan Menganyam” di Majalah Intisari edisi April 2016)