Intisari-online.com - Wacana pemindahan Ibu Kota Negara (IKN) Indonesia dari Jakarta menuju Pulau Kalimantan belakangan ramai diperbincangkan.
Namun, pemindahan IKN ini dinilai akan melalui proses panjang setidaknya 20 tahun menurut Presiden Jokowi.
IKN yang berada di Kabupaten Panajam Paser Utara, dan Kabupaten Kartanegara itu resmi diberi nama Nusantara.
Kota Nusantara ini akan berstatus sebagai otorita yang dipimpin oleh Kepala Otorita.
Sementara itu, gagasan dan wacana pemindahan IKN ini sudah melalui perbincangan panjang sejak pemerintahan beberapa Presiden Indonesia.
Pemindahan IKN menjadi isu setiap Presiden yang menjabat, mulai dari Soekarno, Soeharto, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), hingga Joko Widodo.
Pada masa presiden Soekarno, tahun 1949, sempat ada wacana IKN akan dipindahkan ke Kota Palangkaraya.
Namun, wacana itu menguap begitu saja seiring dengan kondisi politik Indonesia yang naik turun.
Pada era Presiden Soeharto tahun 1997, IKN juga sempat dirumorkan akan dipindah, dari Jakarta ke Jonggol, sebagai kota Mandiri.
Saat itu Jonggol sudah dibuka dengan lahan seluas 30 hektare.
Namun, akibat krisis 1998 wacana itu gagal direalisasikan, dan berujung pada lengsernya Soeharto.
Kemudian pada pemerintahan Presiden SBY, pemindahan IKN kembali berhembus, pada tahun 2009.
September 2010, SBY membentuk tim khusus untuk mengkaji relokasi IKN, namun ada 3 rekimendasi.
Pertama Jakarta dibenahi, IKN berada di Pulau Jawa, dan IKN berada di luar Pulau Jawa.
Namun, hingga selesai jabatannya wacana itu tak pernah terealisasikan, dan baru teralisasi pada masa Presiden Joko Widodo.
Sementara itu awal wacana pemindahan tersebut pada awal diumumkan mendapat komentar dari negara tetangganya Malaysia dan Brunei Darussalam.
Pada Agustus 2019, ketika wacana tersebut diumumkan secara resmi dua negara tetangga itu langsung berkomentar.
Menteri Pariwisata Sarawak Datuk Abdul Karim Rahman Hamzah mengatakan, kawasannya bakal mendapat dampak luar biasa dari pemindahan ibu kota Indonesia ke Kalimantan Timur.
"Jika rencana pemindahan benar-benar terjadi, maka dampak yang diterima ke Sarawak dan Sabah bakal besar karena kami bertetangga," kata Rahman dilansir New Straits Times.
Rahman menjelaskan, suatu negara membutuhkan pasokan listrik untuk mengembangkan kota.
Dia mengatakan sumber daya itu bisa disediakan oleh Sarawak.
Dia mengutarakan jika ada kelebihan energi yang dihasilkan oleh PLTA Bakun yang berlokasi di Belaga, maka Sarawak bisa menjualnya kepada pemerintah Indonesia.
"Sudah jelas, kami ingin melihat perkembangan seperti itu. Baik melalui darat atau pun udara."
"Timbal balik dari sana luar biasa," jelasnya kepada awak media.
Sementara Menteri Pekerjaan Sarawak Baru Bian menuturkan pihaknya bisa saja menawarkan proyek Jalan Tol Trans-Borneo jika terdapat konfirmasi pemindahan ibu kota.
Bian menuturkan, Jalan Tol Trans-Borneo memberikan menyediakan akses jalan yang bagus antara Malaysia melalui Sabah dan Sarawak, Brunei, hingga Kalimantan itu sendiri.
"Ini merupakan ide yang visioner."
"Tetapi, kami tidak ingin berspekulasi. Hanya saja penting bagi kami untuk mempersiapkan diri," jelasnya.