Advertorial
Intisari-Online.com- Jika Anda pernah mendengar lirik lagu 'Mesin Penenun Hujan' oleh Leilani Hermiasih alias Frau yang dapat menjalin membentuk awan dan hujan, maka benda itu sejatinya bukanlah khayalan semata.
Apa yang semula terlihat hanya dapat diperbuat oleh alam, ternyata dapat diakali oleh sains.
Dilansir dari IFL Science (26/4/2018), mesin penenun hujan telah dibangun oleh Perusahaan Sains dan Teknologi Aerospace yang dikelola pemerintah China.
Pihak perusahaan juga telah menyatakan rencana untuk membangun jaringan besar perangkat penyemai awan terbesar di dunia.
Baca Juga:Pilot Indonesia Ternyata Lebih Jago Menerbangkan Jet Tempur Sukhoi Dibanding Pilot Rusia
Mesin ini didirikan di pegunungan yang melapisi dataran tinggi Tibet di Asia Tengah dengan harapan meningkatnya curah hujan di wilayah tersebut.
Jika sistem beroperasi sesuai rencana, tambahan air hujan dengan total hingga 10 miliar meter kubik dapat dicurahkan.
Pembibitan awan adalah metode yang terbukti dapat meningkatkan curah hujan dengan memperkenalkan partikel mikroskopis.
Partikel itu disebut perak iodida, yang ditembakkan ke udara sehingga molekul air yang ada di atmosfer memiliki substrat untuk membentuk kristal es.
Baca Juga:Pendapatannya 100 Kali Lipat Gaji Jokowi, Dari Sinilah Raffi Ahmad Mengumpulkan Pundi-pundi Uangnya
Hujan alami pun terbentuk dengan cara yang sama.
Jika cukup uap air menguap ke partikel alami, kristal berikutnya pada akhirnya akan menjadi sangat berat sehingga meleleh jatuh ke tanah dalam bentuk hujan.
Inisiatif penyemaian awan ini mulai diuji di wilayah itu lebih dari 10 tahun yang lalu.
Namun, versi awal dari ruang pembakaran mirip roket yang digunakan untuk meluncurkan partikel perak iodida ke udara tidak bisa tetap menyala di lingkungan rendah oksigen (5000 meter).
Baca Juga:Kenapa Kita Tak Dapat Berjalan Menembus Dinding, Meski 99 Persen Tubuh Manusia adalah Ruang Kosong?
Mereka kemudian menciptakan desain yang dapat bertahan dari kondisi yang keras dengan sedikit atau tidak ada pemeliharaan.
Aerospace bekerja sama dengan Universitas Tsinghua untuk membangun dan mengoperasikan puluhan ribu ruang yang diposisikan di pinggiran selatan pegunungan Tibet.
Jaringan penyemai awan atau mesin penenun hujan ini disebut 'Tianhe' atau 'Sky River.'
Ia akan dinyalakan dari jarak jauh ketika satelit cuaca mengindikasikan bahwa udara yang masuk cukup lembab.
Baca Juga:200 Otak Babi Tetap Hidup Usai Dikeluarkan dari Jasad, Pertanda Kehidupan Dapat Abadi?
Meskipun tanah berfungsi sebagai reservoir besar, sebagian besar dataran tinggi menerima sangat sedikit curah hujan alami.
Himalaya yang mengapit tepian selatan daerah itu berada di jalur udara hangat dan lembap yang bertiup ke utara dari Teluk Benggala.
Karena udara ini didorong ke atas oleh kaki bukit, uap mengembun dan menjelma sebagai angin monsun besar-besaran di seluruh wilayah di sudut tenggara Plateau.
Pada saat udara telah bergerak ke barat laut di atas Plateau, terlalu banyak uap udara yang habis.
Baca Juga:Manusia Ternyata Saling Menyerap Energi, Ini Cara Agar Energi Anda Tidak Terkuras Oleh Orang Lain
Dengan menempatkan mesin penenun hujan di jalur udara ke utara, biji perak iodida secara teoritis akan menjaga kelembaban minimal mengendap di atas dataran kering.
"(Sejauh ini) lebih dari 500 sumbu telah dikerahkan di lereng pegunungan di Tibet, Xinjiang, dan area lain untuk keperluan percobaan.
Data yang kami kumpulkan menunjukkan hasil yang sangat menjanjikan, ”kata seorang peneliti yang tidak disebutkan namanya kepada South China Morning Post.
“Kadang-kadang salju akan mulai segera turun setelah kami menyalakan ruangan. Rasanya seperti berdiri di panggung pertunjukan sulap."
Baca Juga:Ketika Merebut Irian Barat, yang Berat Justru Mendapatkan Makanan Saat Gerilya