Terus Dihantam 'Strategi Tusukan Jarum Tiongkok', Jurnalis Senior Sebut Uang China Bisa Beli Politisi Indonesia Tapi Tidak dengan Calon Penentu Pilpres 2024 Ini

Khaerunisa

Penulis

(Ilustrasi) Kapal Coastguard China yang mengintai Laut China Selatan, Laut China Timur dan juga Laut Natuna Utara
(Ilustrasi) Kapal Coastguard China yang mengintai Laut China Selatan, Laut China Timur dan juga Laut Natuna Utara

Intisari-Online.com - China merupakan salah satu negara yang dianggap paling berpengaruh di kawasan Asia.

Seperti yang diungkapkan Lembaga Survei Indonesia (LSI) pada 2020, di mana 39 persen dari 1.540 responden menganggap China merupakan negara paling berpengaruh di Asia.

Selain China, negara teratas yang dianggap paling berpengaruh di Asia adalah Amerika Serikat, Jepang, India, dan Rusia.

Sementara itu, melansir theglobalist.com (10/01/2021), jurnalis senior Philip Bowring mengungkapkan bagaimana agresifitas dan pengaruh China di Indonesia.

Menurutnya, meski uang China dapat 'membeli' beberapa persahabatan dan politisi di Indonesia, tetapi rasa identitas nasional -dan nasionalisme- mungkin menjadi kekuatan politik yang lebih kuat secara lokal di Indonesia.

Selain itu, China juga sulit mempengaruhi kaum Islamis. Seperti diketahui, Indonesia merupakan negara dengan mayoritas penduduknya beragama Islam.

Bowring mengungkapkan, agresifitas China ditegaskan dengan diterimanya surat resmi dari Beijing secara mengejutkan.

Di dalamnya, pihak Cina menuntut agar Indonesia menghentikan pengeboran di laut lepas kepulauan Natuna, yang dikenal di Indonesia sebagai laut Natuna Utara.

Baca Juga: Sesumbar Lebih Baik dalam Penyelenggaraan Olimpiade, China Malah Bisa Jadi Sumber Covid-19 Varian Baru Setelah Ledakan Kasus Omicron Menjelang Perhelatan Olahraga Internasional Ini

Baca Juga: Jadi 'Vaksin Sejuta Umat' di Indonesia, Sinovac Justru Belum Masuk Daftar Vaksin Booster dari BPOM, Ternyata Vaksin Ini yang Disiapkan Jadi 'Penggantinya'

Padahal, itu jelas bukan masalah bagi orang Cina, karena perairan tersebut termasuk dalam Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia dan berbatasan dengan ZEE Malaysia dan Vietnam, dan jelas bukan dengan Cina.

Fakta-fakta hukum ini diungkapkan menurut hampir semua sumber non-Beijing, oleh keputusan Pengadilan Arbitrase Permanen tahun 2016 dalam kasus yang diajukan oleh Filipina atas hak-hak di Laut Tiongkok Selatan berdasarkan Konvensi PBB tentang Hukum Laut (UNCLOS).

Selain itu, Indonesia juga telah mencatat keberadaan kapal survei Chinese Institute of Oceanography yang beroperasi di selat Sunda (antara Jawa dan Sumatera) dengan identitasnya dimatikan.

Nelayan setempat juga telah menemukan setidaknya dua alat pemetaan bawah laut China dengan jaring mereka.

Sementara itu, Indonesia dengan tegas menolak klaim China dan terus melindungi wilayah perairannya.

Kewaspadaan terhadap China di bawah pemerintahan Presiden Joko Widodo salah satunya ditunjukkan dengan Indonesia memberikan perhatian yang lebih besar pada masalah laut secara umum dan perlindungan daerah penangkapan ikan pada khususnya.

Selain itu, bagaimana aktivitas Menteri Pertahanan negara, Prabowo Subianto, selama 2 tahun terakhir.

Dengan anggaran yang jauh lebih besar, Prabowo mengunjungi AS pada Oktober 2020 dalam kapasitasnya sebagai menteri pertahanan, serta melakukan kunjungan ke sejumlah negara lainnya.

Baca Juga: Makna Tanda Lahir Merah Menurut Primbon Jawa, dan Makna Tanda Lahir Lain Berdasarkan Letak di Tubuh

Kemudian, mengadakan kesepakatan pengadaan pertahanan dengan beberapa negara.

Indonesia yang telah lama berfokus pada angkatan darat, disebut semakin menyadari pentingnya selat-selat besar, seperti Sunda, Lombok, dan Makassar, yang seluruhnya berada di dalam kepulauannya, ditambah setengah dari Selat Melaka.

Tetapi, menurut Bowring, kekhawatiran Indonesia yang semakin besar terhadap China juga diredam oleh fakta bahwa China adalah mitra dagang terbesarnya dan sumber utama investasi.

Bahwa etnis Tionghoa adalah pemain bisnis utama di Indonesia.

Meski begitu, China juga sulit dijual bagi kaum Islamis.

Dikatakan bahwa Joko Widodo telah mendapatkan rasa hormat di atas para pemimpin ASEAN lainnya dan dapat membangunnya selama tahun Indonesia sebagai ketua G20.

Sementara Prabowo yang dianggap berpotensi sebagai presiden tahun 2024, untuk alasan taktis, menurutnya menyelaraskan dirinya pada 2019 dengan kelompok Islamis.

Tetapi berdasarkan latar belakang dan kecenderungannya, ia adalah seorang nasionalis sekuler.

Baca Juga: Menguak Sumber Sejarah Kerajaan Sriwijaya, Apa Saja Prasasti Peninggalan Sriwijaya?

Baca Juga: Temuan Tongkat Kayu Berbentuk Ular Beludak Berusia 4.400 Tahun Ini Buat Arkeolog Merinding, Ada Kaitannya dengan Praktik Dukun Zaman Dahulu?

(*)

Artikel Terkait