Intisari-Online.com - Kerajaan Majapahit dikenal sebagai kerajaan Hindu-Buddha yang terkenal.
Walau begitu, Kerajaan Majapahit dikenal memiliki toleransi agama yang begitu tinggi.
Itu terbukti dengan kisah Hayam Wuruk yang menganut Hindu Siwassidharta dan ibunya Tribhuana Tunggadewi yang menganut Buddha.
Keduanya hidup rukun dan berdampingan.
Meski dikenal sebagai kerajaan Hindu-Buddha, akan tetapi rupanya Majapahit hanya memiliki dua agama resmi.
Yakni Buddha dan Siwa.
Penjelasannya tertulis dalam Prasasti Waringinpitu yang dikeluarkan oleh Raja Kertawijaya pada 1447 M.
Dalam Prasasti Waringinpitu tertulis bahwa ada dua pejabat birokrasi kerajaan yang mengurus agama di Majapahit.
Yang pertama adalah Dharmmadhyaksa ring kasaiwan atau pejabat yang mengurusi Agama Siwa.
Meski begitu, ketika Majapahit mencapai puncak kejayaan, ada beberapa orang yang memeluk agama di kuar Buddha dan Siwa.
Misalnya ada yang memeluk Hindu hingga percaya kejawen atau animisme.
Sementara Buddha, ketika Majapahit berada di akhir kejayaannya, agama Buddha juga mulai menghilang.
Fakta ini dibuktikan dengan banyaknya candi peninggalan Majapahit yang bercorak Siwa.
Bagaimana dengan agama Islam?
Meski bukan menjadi agama mayoritas, tapi ada juga agama Islam di Majapahit.
Hal itu dibuktikan dengan sebuah penemuan pemakaman Islam kuno di Desa Tralaya, Trowulan, Mojokerto.
Pada nisannya, diduga makam itu berasal dari 1611 M.
Jika menoleh ke belakang, pada masa itu, Hayam Wuruk yang memimpin kerajaan dan memang ada penduduk Majapahit yang memeluk agama Islam.
Bukti Islam di Majapahit lainnya adalah banyaknya saudagar dari Barat yang umumnya menganut Muslim.
Ada pula bukti yang berasal keterangan Ma Huan, seorang penerjemah Laksamana Cheng Ho.
Dia menyebutkan bahwa di Majapahit ada tiga golongan agama. Bukan dua. Dan salah satunya adalah Islam.
Bahkan candi yang identik dengan agama Hindu-Buddha juga sebenarnya bisa digunakan untuk kalangan umat Muslim.
Karena bangunan suci itulah yang menjadi salah satu bentuk toleransi agama di Majapahit.
Source | : | Kompas.com |
Penulis | : | Mentari DP |
Editor | : | Mentari DP |
KOMENTAR