Intisari - Online.com -Siap-siap, sebuah negara baru akan lahir di dekat Indonesia dengan panorama indah.
Calon negara ini adalah Bougainville yang memerdekakan diri dari Papua Nugini lewat referendum 2019.
Keindahan dari Bougainville adalah hutannya belum tersentuh, dan sungai serta gunung berapi serta garis pantai sepanjang 685 km masih asli.
Bougainville disebut bisa menjadi alternatif wisata pemandangan alam kalahkan pulau Bali dan Fiji.
Baca Juga: Miliki Potensi Wisata Besar, Simalungun Siap Berkembang Lewat Gerakan Menuju Smart City
Meski begitu, keamanan daerah itu juga belum terjamin.
Serta, ada kekhawatiran mungkin negara itu belum bisa didatangi sampai 2027 mendatang!
"Operator tur terbatas di Bougainville, kebanyakan veteran Perang Dunia II dan kerabat mereka," kata Dr Thiago Cintra-Oppermann, pakar Bougainville dari Australian National University, dikutip dari Daily Mail pada Kamis (25/11/2021).
"Bougainville tempat yang sangat indah, dengan pemandangan yang luar biasa dan beragam, dan orang-orang yang ramah, tetapi infrastrukturnya masih sangat terbatas dibandingkan dengan Fiji dan Bali," lanjutnya.
Wisata Bougainville
Tempat wisata utama di Bougainville salah satunya adalah reruntuhan Perang Dunia II serta wisata sejarah lainnya.
Ternyata dahulu lebih dari 60 ribu orang AS berbasis di Bougainville selama Perang Dunia II, serta negara tersebut menjadi tempat bersejarah tewasnya Laksamana Jepang Isoroku Yamamoto dalam kecelakaan pesawat di hutan Bougainville.
"Ekowisata adalah area pertumbuhan yang memungkinkan, tetapi selama dua tahun terakhir ini terhenti," sambung Dr Cintra-Oppermann.
Varian Delta Covid-19 juga masuk dan mewabah di tempat tersebut sehingga saat ini masih terbatas.
Tidak hanya karena Covid-19, penyakit endemi malaria juga harus dibasmi serta masih harus mengembangkan layanan kesehatan dan infrastruktur pariwisata.
Perlu waktu lama juga untuk Bougainville bisa membangun citra lokasi wisata yang baik, hal ini karena negara induknya sendiri tercatat sebagai negara dengan reputasi berbahaya untuk keselamatan pribadi.
Reputasi ini tumbuh karena kejahatan dan kekerasan antara penduduk setempat dan korupsi.
Indeks Persepsi Korupsi 2016 Transparency International menempatkan Papua Nugini urutan ke-142 dari 180 negara.
"Untuk waktu yang sangat lama satu-satunya industri wisata yang layak adalah wisata petualangan skala kecil dan untuk orang-orang dengan uang, karena biaya untuk sampai ke sana dan beraktivitas di sekitar Bougainville sangat tinggi," ungkap Dr Anthony Regan, pakar Papua Nugini di Australian National University.
"Hampir tidak ada akomodasi tingkat turis dalam bentuk apa pun, di luar wisma tamu kecil yang tidak terlalu terawat."
Namun mungkin bukan hanya masalah citra saja yang dihadapi Bougainville untuk merdeka menjadi negara wisata.
Perjuangan referendum 2019
Sejak 2019, Bougainville telah memperjuangkan kemerdekaan dari Papua Nugini, sayangnya Covid-19 menunda perjuangan tersebut.
Hasil referendum memang meyakinkan, tapi Lowy Institute mencatat jika pimpinan Bougainville berhasil dibujuk untuk setuju jika hasil referendum tidak mengikat dan bisa menjadi sasaran ratifikasi oleh parlemen Papua Nugini.
Bahkan Papua Nugini dibantu oleh Australia untuk membujuk dengan licik, yaitu oleh mantan Menteri Luar Negeri Australia, Alexander Downer.
Bougainville diberi bujukan jika komunitas internasional akan menekan Papua Nugini agar menghormati referendum.
Namun semua tertunda karena Covid-19 yang memberi Papua Nugini alasan untuk mengesampingkan masalah kemerdekaan Bougainville.
Bougainville juga dikunjungi banyak pengamat internasional yang mengawasi berjalannya pemungutan suara tersebut, tapi kini mereka telah kembali ke asalnya masing-masing.
Papua Nugini harus mengatur keuangan antar pemerintah kemudian menarik kekuasaan dari Pemerintah Nasional ke Pemerintah Otonom Bougainville serta ulasan gabungan terhadap tonomi tersebut.
Saat ini kedua pemerintahan sepakat memindahkan kekuasaan tahun 2023 dan kemerdekaan utuh didapat 2027 mendatang.
Papua Nugini malah ternyata tidak menjadwalkan kapan kedua pemerintahan harus bertemu mengatur pemindahan kekuasaan.
Sementara itu alasan mengapa Papua Nugini 'malas' jika Bougainville pisah adalah kehilangan pendapatan dari Bougainville.
Baca Juga: Pasukan PBB Diturunkan, Ini yang Terjadi di Timor Leste Usai Lepas dari Indonesia
Selanjutnya Papua Nugini takut hal ini membuat provinsi-provinsi lain untuk ikut memisahkan diri.
Sementara itu ekonomi Bougainville ternyata menyumbang hasil cukup besar bagi Papua Nugini, antara lain sumber daya mineral, cokelat, kopra dan hasil bahari.
Papua Nugini juga bisa rugi kehilangan budaya dari identitas nasional mereka.
Ingin mendapatkan informasi lebih lengkap tentang panduan gaya hidup sehat dan kualitas hidup yang lebih baik?Langsung saja berlangganan Majalah Intisari. Tinggal klik di sini