Intisari-online.com - Osama Bin Laden adalah sosok paling ditakuti Amerika pada masanya.
Upaya teroris yang dilakukan dengan meruntuhkan gedung kembar di Amerika telah membuatnya menjadi sosok paling diburu barat pada masanya.
Hingga akhirnya Osama Bin Laden tertangkap dan dibunuh oleh pasukan khusus Amerika, lalu jasadnya dibuang ke laut.
Sementara itu terlepas dari sosok Osama Bin Laden, ternyata ada sosok teroris asal Indonesia yang jadi buruan Amerika Serikat.
Ia adalah Hambali,pemimpin kelompok teroris terkenal Jemaah Islamiah.
Teroris Indonesia dituduh mendalangi Bom Bali 2002 dan telah ditahan selama 15 tahun terakhir di penjara militer AS di Teluk Guantanamo.
Dan perburuan pria berjuluk "Osama bin Laden dari Asia Tenggara" itu tidak banyak diketahui.
Pada awal 2021, Hambali (nama asli Riduan Isamuddin) muncul di hadapan Komisi Militer AS di Teluk Guantanamo.
Dia dituduh melakukan serangan di Bali pada tahun 2002 serta bom bunuh diri di Hotel JW Marriott di Jakarta pada tahun 2003 yang menewaskan total 213 orang.
Objek itu dinilai oleh Badan Intelijen Pusat AS (CIA) sebagai "pemimpin teroris Osama bin Laden dari Asia Tenggara".
Ditangkap di Thailand pada tahun 2003, ditahan di Diego Garcia di Samudra Hindia sebelum dibawa ke Teluk Guantanamo pada September 2006.
Dia adalah salah satu dari sedikit orang yang dianggap sebagai "ancaman berisiko tinggi bagi Amerika dan sekutunya".
Selain itu, yang mengejutkan adalah Hambali ternyata bekerja langsung di bawah Al-Qaeda, organisasi teroris internasional yang dipimpin Osama Bin Laden.
Hambali memanggil bawahannya dan pembuat bom dari Malaysia dan Indonesia ke pertemuan di Bangkok pada awal 2002.
Dengan janji pendanaan Al-Qaeda, pemimpin teroris regional itu meminta bawahannya untuk menemukan 'target lunak', seperti bar, kafe atau klub malam yang sering dikunjungi wisatawan.
Dengan akunnya, Hambali menerima setidaknya 86.000 dollar AS dari Al-Qaeda untuk mendanai serangan JI di Asia Tenggara.
Nasir Abas, yang mengelola kamp pelatihan JI di Filipina sebelum memutuskan untuk meninggalkan kelompok tersebut setelah bom Bali,mengatakan.
"Hambali menolak memberi saya uang untuk membeli komputer untuk kamp tersebut. Tetapi jika saya berencana untuk mengebom gereja-gereja di Kota Kinabalu, dia akan bersedia membayar," katanya.
Selama operasi gabungan polisi Thailand dan CIA pada 11 Agustus 2003, 20 polisi menggerebek dan menangkap Hambali hidup-hidup di sebuah apartemen di Ayutthaya, 75 km dari Bangkok.
Polisi juga menyita bahan peledak dan senjata api di lokasi.
Itu adalah hasil perburuan selama 20 bulan terhadap Hambali, yang saat itu berusia 37 tahun.
Hambali sendiri mempertahankan hidup hemat dalam pelarian.
Pada saat penangkapannya, dia tinggal di sebuah apartemen tanpa AC di Thailand dengan bayaran 60 dollar AS per bulan.
Penyelidik Thailand hanya menemukan telur segar di apartemen, dan istrinya yang keturunan Malaysia-Cina mengatakan Hambali biasa berjalan ke toko terdekat untuk membeli bahan makanan dan memasak semua makanannya.
Satu-satunya hal berharga yang pernah dia terima dari suaminya adalah sepasang anting-anting emas bertatahkan berlian.
Menurut beberapa perkiraan, bom Bali tahun 2002 menelan biaya sekitar 35.000 dollar S, termasuk membeli mobil van, bahan pembuat bom dan menyewa rumah persembunyian untuk merakit bahan peledak.
Selain uang yang diberikan Hambali, kelompok teroris itu juga menggalang dana dengan cara meretas komputer dan merampok sebuah toko perhiasan.
Serangan itu semula dijadwalkan pada 11 September 2002, tetapi ditunda hingga 12 Oktober karena bahan peledaknya belum siap.
Senang ketika pengeboman bergemuruh, KSM memberikan Hambali 50.000 dollar ASuntuk tindakan lebih lanjut dan untuk membantu keluarga mereka yang ditangkap.
Pengirimnya adalah seorang Pakistan bernama Majid Khan yang belajar di luar negeri di AS.
Sebagian besar uang itu digunakan untuk mendanai serangan terhadap hotel JW Marriott di Jakarta pada Agustus 2003.
Kebenciannya terhadap Amerika, dukungannya yang tak tergoyahkan terhadap ide-ide ekstremis, dan pembelaannya terhadap jihad kekerasan terbukti dalam arsip Hambali.
Ada bukti bahwa ia menerima perintah dan uang dari teroris al-Qaeda untuk melakukan serangan di seluruh Asia Tenggara, termasuk serangkaian pemboman di Indonesia yang menewaskan ratusan orang pada awal 1990-an kemudian pada 2002-2003.