Advertorial
Intisari-Online.com – Pada zaman Mesir Kuno, seorang wanita yang tinggal di Thebes, dimumikan dan ditempatkan di dalam sebuah sarkofagus yang indah.
Wanita itu adalah anggota penting masyarakat Mesir.
Benda-benda pemakaman yang luar biasa dimasukkan ke dalam peti mati untuk menemaninya dalam perjalanan ke alam baka.
Dan selama 2.700 tahun, tubuh mumi itu beristirahat dengan tenang di dalam sarkofagus sampai peti mati Mesir Kuno itu dihancurkan di Brasil.
Hilangnya sarkofagus Sha-Amun-en-su sangat disayangkan karena peti mati kuno itu langka.
Sha-Amun-en-su adalah seorang penyanyi dan pendeta Mesir kuno yang hidup pada Dinasti kedua puluh dua Mesir yang didirikan oleh Firaun Shishak (Sheshonq I).
Sayangnya, hampir tidak ada informasi tentang Sha-Amun-en-su kecuali prasasti hieroglif di peti matinya.
Para ilmuwan dapat mempelajari peti mati dan melakukan beberapa analisis sebelum semuanya hilang dari sejarah.
Sha-Amun-en-su selamanya akan tetap menjadi wanita yang diselimuti misteri.
Tidak diketahui kapan, di mana, dan siapa yang menemukan sarkofagusnya.
Peti mati penyanyi kuno itu ditemukan di suatu tempat di sekitar kompleks Thebes, tetapi lokasi tepatnya belum diketahui.
Tidak ada informasi juga tentang keluarga biologis Sha-Amun-en-su, tetapi satu prasasti mengungkapkan bahwa dia memiliki seorang putri angkat.
Yang diketahui adalah bahwa Kaisar Brasil Dom Pedro II (1825 - 1891) mengunjungi Mesir pada tahun 1875 dan ditawari sarkofagus sebagai hadiah oleh Ismail Pasha.
Karena sangat tertarik dengan sejarah dan budaya Mesir kuno, Dom Pedro II membawa peti mati ke Istana São Cristóvão di mana ia berdiri sampai Proklamasi Republik pada tahun 1889.
Lalu, mengapa sarkofagus Sha-Amun-en-su dihancurkan?
Kerusakan pertama pada sarkofagus Sha-Amun-en-su terjadi saat masih dalam kepemilikan Dom Pedro II.
Pada suatu hari, saat badai, peti mati Mesir kuno itu roboh karena angin, sarkofagus jatuh dan menabrak jendela kantor Dom Pedro II.
Mungkin peti mati itu diperbaiki, tetapi kerusakan di sisi kirinya terlihat.
Ketika sarkofagus dipindahkan dari istana Dom Pedro ke Museum Nasional Rio de Janeiro, sarkofagus tersebut dapat dilihat dan dipelajari selama bertahun-tahun.
Namun, pada 2 September 2018, kebakaran besar menghanguskan Museum Nasional.
Sarkofagus Sha-Amun-en-su, mumi, dan semua artefak nazarnya dilalap api.
Bagi sejarawan, arkeolog, dan orang-orang yang tertarik dengan sejarah Mesir kuno, hari itu adalah hari yang menyedihkan.
Sebelum peti matinya hilang, para ilmuwan sempat beberapa tahun mempelajari hieroglif yang ada di peti mati, melansir ancientpages.
Yang dipelajari oleh para ilmuwan adalah bahwa Sha-Amun-en-su adalah anggota Heset, yang berarti ‘penyanyi’.
Ada tulisan hieroglif di peti matinya yang menyatakan bahwa dia adalah "putri Sha-Amun-en-su, penyanyi kuil Amun".
Anggota Heset adalah penyanyi pendeta wanita di kuil Amun yang melakukan ritual untuk Dewa dan Dewi.
Di Mesir kuno, agama adalah bagian penting dari kehidupan sehari-hari, dan semuanya fokus pada menyenangkan para dewa.
Sementara, pendeta Mesir mengabdikan hidup mereka untuk para dewa dan dewi.
Karena diyakini bahwa dunia manusia agak kotor, maka para pendeta dan pendeta wanita harus merawat kuil dan patung dewa di dalamnya.
Setiap hari, patung dewa dibersihkandengan air beraroma teratai, diolesi minyak, didandani, dan dihias dengan perhiasan dan rias wajah.
Pendeta sendiri harus sangat bersih di seluruh tubuh.
Baik pendeta laki-laki atau perempuan biasanya menghabiskan beberapa jam untuk berlatih lagu dan tarian untuk menyenangkan para dewa.
Sha-Amun-en-su memiliki banyak tugas sebagai penyanyi imam.
Selama upacara dan festival, dia menjalankan fungsi ritual dan menyanyikan himne untuk menghormati dewa Amun.
Musik dan tarian selalu penting di Mesir.
Orang Mesir kuno juga percaya bahwa musik dapat membantu seseorang dalam perjalanan mereka ke alam baka.
Oleh karena itu, kombinasi musik dan tarian diperlukan saat melakukan ritual merayakan kematian.
Dalam kasus Sha-Amun-en-su, lagu-lagunya sangat penting dalam ritual sehari-hari ketika dewa harus bangun di pagi hari dan pergi tidur di malam hari.
Karena sarkofus Sha-Amun-en-su tidak pernah dibuka, para ilmuwan hanya bisa menghubungkan apa yang mereka temukan dengan menggunakan teknologi sinar-x.
Para ahli menentukan dia berusia sekitar 50 tahun ketika dia meninggal, tetapi penyebab kematiannya masih belum diketahui.
Tubuhnya tampak dalam kondisi baik, tanpa trauma atau cedera, menunjukkan dia meninggal karena sebab alami.
Dia memiliki gigi dalam kondisi sangat baik.
Tenggorokannya ditutupi dengan perban berlapis resin untuk melindungi organ vitalnya itu, untuk memastikan dia bisa terus menyanyikan lagu-lagu religi di kehidupan selanjutnya.
Di antara artefak pemakamannya adalah scarab hati yang indah yang terbuat dari batu hijau yang diukir dengan namanya.
Peti mati kunonya telah didekorasi dengan lukisan-lukisan indah Dewa Osiris, simbol penting Ankh, Empat Putra Horus, dan banyak simbol penting lainnya di akhirat.
Sayangnya, segala sesuatu yang berhubungan dengan Sha-Amun-en-su hilang, dan kehidupan wanita itu selamanya akan tetap menjadi misteri kuno.
Tidak ada cara untuk mendapatkan kembali sarkofagus Sha-Amun-en-su yang berusia 2.700 tahun.
Namun, setidaknya kita dapat melestarikan ingatan akan mumi wanita pada masa kuno yang meninggalkan negara asalnya, melakukan perjalanan ke bagian lain dunia hanya untuk dimusnahkan dalam api.
Ingin mendapatkan informasi lebih lengkap tentang panduan gaya hidup sehat dan kualitas hidup yang lebih baik? Langsung saja berlangganan Majalah Intisari. Tinggal klik di https://www.gridstore.id/brand/detail/27/intisari