Intisari-Online.com - Sejak dimulai tahun 2014, lebih dari 2.000 pekerja Timor Leste berbondong-bondong pergi ke Australia dalam Program Pekerja Musiman.
Mengutip The Conversation, dengan bekerja di Australia hanya selama enam bulan, sebagian besar mereka mengirim kembali ke Timor antara US$4.000 dan US$8.000.
Itu berkali-kali lipat dari upah yang bisa mereka dapatkan jika bekerja di kampung halaman.
Upah minimum Timor adalah US$115 per bulan, sementara sebagian besar penduduk tidak dalam pekerjaan formal.
Bagi banyak orang Timor Leste, bekerja di luar negeri, termasuk mengikuti Program Pekerja Musiman Australia rupanya bisa menjadi 'penolong' mereka.
"Dalam satu hari [di rumah], saya mendapat $10. Di Australia, saya bekerja dari jam 07.30 sampai jam 4 [dan] saya mendapat $200," kata Calastino Dalman, salah satu pekerja Timor Leste di Australia, dikutip ABC News.
Di bawah Program Pekerja Musiman tersebut, pekerja berketerampilan rendah dari Timor-Leste dan sembilan negara Pasifik dapat mengisi pekerjaan di bidang pertanian ketika tidak ada cukup orang Australia untuk memenuhi permintaan musiman.
Disebut, program itu juga bertujuan membantu perkembangan ekonomi negara-negara peserta, sementara bagi Australia, itu dapat mengatasi kekurangan tenaga kerja pertanian yang akut.
Baca Juga: Tak Perlu Keluar Uang Lagi Jika Sudah Ada Ini di Rumah, Bisa Jadi Cara Mengusir Tikus Tanpa Racun
Dapat dimengerti jika Program Pekerja Musiman begitu berarti bagi orang-orang Timor Leste.
Melansir The Interpreter (2/10/2020), Laporan Analisis Angkatan Kerja menunjukkan bahwa tingkat pengangguran kaum muda pada tahun 2015 mencapai 12,3%, jauh lebih tinggi dari rata-rata nasional sebesar 4,8%.
Lebih memprihatinkannya lagi, laporan tersebut juga menyajikan analisis tentang tingkat pengangguran menurut tingkat pendidikan, yang menunjukkan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan, justru semakin tinggi risiko pengangguran.
Pengangguran di kalangan kaum muda tanpa pendidikan atau non-formal di bawah 10%, tetapi tingkat pengangguran di antara kaum muda dengan pendidikan menengah adalah 18%, sementara tingkat di antara kaum muda dengan pendidikan universitas adalah 20%.
Diskusi tentang tingkat pengangguran kaum muda yang tinggi di Timor Leste berkisar pada dua tema, yaitu kurangnya kesempatan kerja dan kurangnya keterampilan yang dibutuhkan untuk pekerjaan.
Tidak adanya lapangan kerja bagi orang-orang muda telah banyak diperbincangkan.
Pada saat yang sama, pengusaha telah menggarisbawahi kesulitan dalam menemukan pekerja yang sesuai dengan profil yang mereka cari. Misalnya, pengusaha menemukan bahwa sebagian besar karyawan tidak memiliki soft skill seperti komunikasi dan manajemen yang sangat mereka hargai.
Survei Kewirausahaan dan Keterampilan yang dilakukan oleh Sekretariat Pemuda dan Tenaga Kerja pada tahun 2017 mengidentifikasi kesenjangan keterampilan yang dominan di sektor konstruksi, ritel, dan otomotif. Karena sektor-sektor tersebut dapat menyediakan lapangan kerja bagi banyak orang muda, temuan seperti itu harus ditanggapi dengan serius.
Meskipun pengiriman tenaga kerja ke luar negeri telah menjadi strategi ketenagakerjaan yang penting, pemerintah juga dinilai perlu menciptakan kondisi di dalam negeri untuk menanggapi permintaan pekerjaan yang meningkat.
Selain itu, juga untuk mengakomodasi para pekerja musiman setelah mereka kembali dari luar negeri.
Jika tidak, keterampilan dan etos kerja yang mereka peroleh tidak bisa dimanfaatkan, dan yang paling parah, akan semakin menambah jumlah pengangguran di negara tersebut.
Pekerja musiman Timor Leste diakui telah meningkat keterampilannya, seperti mereka yang bekerja di Mossmont Nurseries.
(*)