Advertorial
Intisari-Online.com – Setiap tanggal 10 November, rakyat Indonesia memperingati Hari Pahlawan.
Biasanya, setiap tahun peringatan Hari Pahlawan cukup meriah, dengan didahului Upacara Bendera di sekolah-sekolah dan instansi pemerintah.
Namun, karena masa pandemi, dua tahun ini mungkin peringatan Hari Pahlawan diadakan dengan cara sederhana.
Mengapa setiap tanggal 10 November diperingati sebagai Hari Pahlawan?
Tanggal 10 November ditetapkan sebagai Hari Pahlawan berdasarkan Keputusan Presiden no. 316 Tahun 1959 tentang Hari-hari Nasional yang Bukan Hari Libur.
Keputusan Presiden itu ditandatangani oleh Presiden Pertama RI Soekarno.
Terdapat enam hari bersejarah yang termaktub dalam Keppres tersebut, yang dijadikan hari nasionalbukan hari libur, yaitu:
- Hari Pendidikan Nasional, tanggal 2 Mei
- Hari Kebangkitan Nasional, tanggal 20 Mei
- Hari Angkatan Perang, tanggal 5 Oktober
- Hari Sumpah Pemuda, tanggal 28 Oktober
- Hari Pahlawan, tanggal 10 November
- Hari Ibu, tanggal 22 Desember
Kendati baru ditetapkan sebagai hari nasional pada tahun 1959, namun peringatan hari pahlawan sudah dilakukan bahkan sebelum tahun itu.
Tercatat dalam Majalah ARSIP edisi 64/Juli-Desember 2014 yang diterbitkan oleh Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI), Bung Karno telah menghadiri peringatan Hari Pahlawan di Bali pada tahun 1958.
Itu berarti terjadi satu tahun sebelum penetapan tanggal 10 November sebagai Hari Pahlawan.
Pada acara peringatan tersebut, Bung Karno memberikan sambutan di hadapan para pemuda dan pelajar yang hadir.
Juga disebutkan bahwa setiap tanggal 10 November diadakan perayaan atau pawai yang melintasi jalan-jalan besar di Surabaya, terutama melalui Hotel Oranje atau Hotel Yamato.
Di tempat itulah kejadian penurunan bendera Belanda oleh para pemuda Surabaya, yang kemudian menggantinya dengan bendera Merah Putih.
Bukan tanpa alasan Soekarno mengeluarkan Keputusan Presiden kemudian menetapkan tanggal 10 November sebagai Hari Pahlawan.
Peristiwa pertempuran pada 10 November 1945 antara pemuda Surabaya dengan tentara Belanda inilah yang menjadi alasannya.
Peristiwa yang bermula dari kedatangan tentara Sekutu ke Surabaya pada Oktober 1945 yang dipimpin oleh Jenderal Mallaby.
Menurut sejarah, pasukan Sekutu yang memenangkan Perang Dunia II bermaksud melucuti senjata Jepang, termasuk di Indonesia yang menjadi jajahan Jepang kala itu.
Pasukan sekutu melakukan aksi seremonial dengan berjalan ke berbagai sudut kota untuk melihat situasi.
Namun, pada tanggal 30 Oktober, Mallaby, perwira kerajaan Inggris itu tewas akibat mobil yang ditumpanginya hangus terbakar, bahkan mayatnya pun sampai tidak dikenali.
Apa yang menjadi penyebab tewasnya Jenderal Mallaby, hingga saat ini masih menjadi perdebatan.
Ada sumber yang menyebutkan bahwa Mallaby tewas setelah aksi tembak-menembak dengan rakyat Surabaya.
Namun, sumber lain mengatakan bahwa ia terbunuh karena granat yang dipegang oleh anak buahnya yang bermaksud melindunginya, tapi justru melesat dan malahan mengenai mobil yang ditumpangi Mallaby.
Tewasnya Mallaby ini, tentu saja, memicu kemarahan dari pihak Sekutu.
Mereka pun mengeluarkan ultimatum kepada rakyat Surabaya melalui selebaran kertas, pada 9 November 1945.
Isi ultimatum tersebut adalah berisi tuntutan agar rakyat Surabaya menyerahkan semua senjata kepada tentara Sekutu sebelum pukul 06.00 pagi berikutnya, pada 10 November 1945.
Tentu saja, rakyat Surabaya menolak tuntutan tersebut, hingga akhirnya pertempuran kedua belah pihak tak terhindarkan.
Pertempuran yang memakan waktu hingga tiga minggu lebih ini memakan ribuan jiwa rakyat Indonesia.
Atas dasar inilah, untuk mengenang para pejuang dan pahlawan yang gugur membela kemerdekaan Indonesia, maka tanggal 10 November ditetapkan sebagai Hari Pahlawan.
Ingin mendapatkan informasi lebih lengkap tentang panduan gaya hidup sehat dan kualitas hidup yang lebih baik? Langsung saja berlangganan Majalah Intisari. Tinggal klik di https://www.gridstore.id/brand/detail/27/intisari