Berada di Kawasan Penuh Pertumpahan Darah, Negara Ini Justru Menjelma Jadi Negeri Tanpa Musuh, Bahkan Pemimpinnya Dihormati Seluruh Pemimpin Timur Tengah

Tatik Ariyani

Penulis

Kolase foto Sultan Qaboos bin Said dari Oman.
Kolase foto Sultan Qaboos bin Said dari Oman.

Intisari-Online.com - Kawasan Timur Tengah merupakan kawasan yang penuh dengan konflik dan pertumpahan darah.

Namun, meski demikian masih ada negara di kawasan tersebut yang terbebas dari permasalahan tersebut dan bahkan sangat dihormati di kawasan tersebut.

Sultan di negara ini pun dihormati oleh para pemimpinArab dan Timur Tengah.

Negara itu adalah Oman.

Baca Juga: Sama-Sama Dicap Teroris dan Kelompok Islam Radikal, Mengapa ISIS dan Al-Qaedan Justru Bermusuhan, Padahal Keduanya Sama-Sama Memusuhi Amerika Serikat

Melansir Kompas.id (17/1/2020), Oman menganut kebijakan netral dan sejuk di bawah Sultan Qaboos bin Said yang wafat dalam usia 79 tahun pada Jumat (10/1/2020).

Sultan Qaboos bin Said adalah penguasa negeri Oman selama setengah abad, dari 1970 hingga wafatnya.

Oman sendiri adalah negara yang terletak di Jazirah al-Arab tenggara.

Sultan Haitham bin Tariq al-Said, yang merupakan saudara sepupu Sultan Qaboos, langsung diumumkan sebagai pengganti Sultan Qaboos untuk memimpin Oman.

Baca Juga: Pantesan Bikin Negara Barat Ketakutan, Sampai Berniat Menusnahkannya, Inilah Alasan Mengapa Kelompok Islam Radikal Tumbuh Subur di Timur Tengah

Sultan Qaboos berhasil membawa negaranya saat berkuasa selama 50 tahun menjadi negara tanpa musuh.

Oman yang juga hidup berdampingan secara baik dan damai dengan semua negara tetangga dengan berbagai latar belakang agama, mazhab, aliran ideologi, dan visi politik.

Sultan Qaboos juga berhasil membawa Oman yang semula bersahaja dan miskin menjadi negara kaya sehingga relatif sejajar dengan negara Arab Teluk kaya lainnya, seperti Arab Saudi, Qatar, Kuwait, Bahrain, dan Uni Emirat Arab (UEA).

Padatahun 2020, Oman menduduki urutan negara kaya ke-64 di dunia dengan penduduk kurang dari 5 juta jiwa.

Di tahun yang sama, Oman tercatat sebagai negara pemilik cadangan minyak urutan ke-23 terbesar di dunia dan urutan ke-27 pemilik cadangan gas terbesar di dunia.

Selain itu, Oman juga menjadi anggota Dewan Kerja Sama Teluk (GCC) -wadah kelompok negara kaya Arab yang memiliki kekayaan berbasis minyak dan gas- sejak terbentuknya pada 1981.

Oleh karena itu, Oman dengan ekonominya yang kuat mampu menjalankan kebijakan independen yang jauh dari pengaruh dan dikte kekuatan asing, sehingga posisi Oman menjadi sangat terhormat dan disegani oleh siapa pun.

Itu pula yang membuat para pemimpin Arab dan Timur Tengah yang secara politik bermusuhan berbondong-bondong melayat ke Muscat, ibu kota Oman, untuk memberi penghormatan terakhir kepada Sultan Qaboos.

Baca Juga: Kisah Tragis Grigori Rasputin: 'Penyihir Gila' Kekaisaran Tsar Rusia yang Sempat Menunda Kematiannya Sendiri

Di antara para pemimpin yang hadir, ada Emir Qatar Sheikh Tamim bin Hamd al-Thani, Putra Mahkota Abu Dhabi Sheikh Mohammed Bin Zayed Al-Nahyan, dan Raja Bahrain Hamad bin Isa al-Khalifa.

Bahkan pemimpin Palestina yang saling besaing, Presiden Palestina Mahmoud Abbas dan pemimpin Hamas Ismail Haniyeh, juga sama-sama mengunjungi Oman.

Tak ketinggalan, Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan mengirim ucapan belasungkawa, Raja Arab Saudi Salman bin Abdelaziz mengunjungi Oman, Presiden Mesir Abdel Fattah el-Sisi mengumumkan berkabung selama 3 hari di Kairo atas wafatnya Sultan Qaboos, Presiden Iran Hassan Rouhani juga mengirim ucapan belasungkawa.

Dengan kehadiran para pemimpin Arab dan Timur Tengah tersebut, bisa disebut bahwa almarhum Sultan Qaboos adalah tokoh bangsa Arab yang memiliki filosofi hidup yang mulia dan sukses besar menanam nilai-nilai kehidupan toleransi hakiki di dunia Arab.

Oman menjalin hubungan dengan baik dan menjaga jarak yang sama dengan semua poros dalam pertarungan geopolitik di Timur Tengah serta menjaga hubungan baik dengan poros Arab Saudi, Uni Emirat Arab (UEA) dan Mesir.

Para pemimpin Arab justru tampak memaklumi jika Kesultanan Oman mengambil jalan independen yang berbeda dari negara Arab lainnya dan sekaligus menjadi ciri khasnya.

Oman kembali memilih sikap netral ketika pecah perang Irak-Iran tahun 1980-1988.

Sikap Oman yang netral dalam semua konflik dan perang di Timur Tengah membuat negeri itu selalu diterima sebagai mediator dalam berbagai konflik di kawasan itu.

Artikel Terkait