Intisari-Online.com - Krisis listrik dihadapi Singapura dengan sejumlah perusahaan penyedia listrik di negara itu mulai bertumbangan.
Pada Selasa (19/10/2021), perusahaan listrik Best Electricity, mengumumkan mundur dari bisnis listrik.
Best Electricity berencana untuk keluar dari pasar listrik Singapura efektif per Kamis (21/10), dan akun pelanggan akan mereka transfer ke SP Group, perusahaan listrik milik negara di Singapura.
Hal itu sekaligus menjadikan Best Electricity sebagai pengecer listrik ketiga yang tumbang dalam seminggu belakangan ini.
Sebelumnya, iSwitch dan Ohm Energy mengumumkan mereka akan menghentikan operasi.
Kedua perusahaan tersebut menghentikan operasi mereka di Singapura dengan alasan pasar listrik yang bergejolak.
iSwitch dan Ohm Energy juga disebut akan mentransfer semua rekening pengguna ke SP Group.
Perusahaan yang merupakan salah satu pengecer listrik independen terbesar di Singapura itu mengatakan di situs webnya bahwa mereka akan menghentikan operasi ritel listrik pada 11 November.
iSwitch dan Ohm Energy sendiri termasuk di antara 12 pengecer Singapura di bawah Pasar Energi Terbuka, di mana konsumen memiliki pilihan untuk membeli listrik dari SP Group dengan tarif yang diatur atau dari pengecer listrik dengan harga yang sesuai dengan kebutuhan mereka.
Pengecer lain Union Power mengatakan pada Senin (18/10), mereka mengurangi 850 akun pelanggan terutama komersial di tengah tarif listrik yang tinggi.
Permintaan listrik yang lebih tinggi dari biasanya terjadi di Singapura, dengan permintaan tertinggi sebesar 7.667 megawatt yang tercatat pada 12 Oktober.
Tetapi, permintaan tersebut tidak didukung oleh pasokan energi untuk pembangkit listrik yang memadai sehingga harga listrik menjadi mahal.
Otoritas pasar energi di Singapura sendiri telah angkat bicara tentang sejumlah faktor yang menyebabkan harga listrik spot Singapura melonjak.
Mengutip kontan.co.id, salah satunya adalah karena pasokan gas dari Sumatra Selatan, Indonesia yang berkurang.
Rupanya, pasokan gas alam ke Singapura dari Indonesia belum sepenuhnya pulih dari gangguan pada Juli, kata seorang pejabat di regulator minyak dan gas Singapura SKK Migas kepada Reuters.
“Distribusi gas pada September sudah mulai membaik, dibandingkan Juli yang mengalami gangguan produksi, namun belum kembali normal seperti awal tahun ini,” kata Julius Wiratno, Deputi Operasi SKK Migas.
"Hal ini disebabkan penurunan laju produksi gas di salah satu lapangan," katanya.
"Kami sedang bekerja untuk mengembalikan kinerja sumur dan mudah-mudahan pada November nanti, produsen West Natuna Transportation System sudah bisa memasok gas sesuai dengan permintaan Singapura," jelasnya.
Wiratno mengatakan saat ini distribusi gas rata-rata mencapai 305 miliar British thermal unit per hari.
Gangguan pada bulan Juli terutama disebabkan oleh penghentian yang tidak direncanakan di lapangan Anoa dan pemeliharaan terencana di lapangan Gajah Baru, keduanya terletak di Natuna.
Produksi di Natuna turun 27,5% dari puncak sebelumnya menjadi 370 juta standar kaki kubik per hari (MMSCFD), kata juru bicara SKK Migas Rinto Pudyantoro.
Output dari Sumatera sekitar 360 MMSCFD versus dataran tinggi pada 2018 sebesar 420 MMSCFD, kata Pudyantoro.
Sementara itu, dikutip Kompas.com (20/10/2021), langkah antisipasi untuk menjaga pasokan energi di Negeri Singa diambil Otoritas Pasar Energi Singapura (EMA), termasuk menyiapkan fasilitas bahan bakar siaga untuk digunakan oleh perusahaan pembangkit guna menghasilkan listrik jika diperlukan.
Disebut, langkah-langkah itu “luar biasa tetapi perlu”. EMA juga menyatakan, akan terus memantau perkembangan dan melakukan langkah-langkah lebih lanjut jika diperlukan.
(*)