Namun, sarana tersebut ditutup pada tahun 1998, ketika krisis keuangan melanda Asia, yang menyebabkan penghuni pulau tersebut berkurang setengah menjadi tinggal 1.300 orang saja.
Pemerintah federal pada tahun 2004 menolak permohonan untuk pembukaan kembali kasino tersebut, dengan alasan kehadiran kasino dikhawatirkan bisa menimbulkan dampak sosial yang buruk.
Namun, Komite Parlemen Commonwealth untuk Pembangunan Kawasan Australia mengingatkan kalau Pulau Christmas menghadapi masa depan perekonomian yang tidak menentu, kecuali di wilayah tersebut dikembangkan industri yang lebih berkelanjutan, seperti pariwisata.
Pertambahan fosfat di Pulau Christmas mungkin hanya bertahan dalam 20 tahun ke depan, tetapi kegiatan penahanan pencari suaka pasti akan terus berkurang.
Gordon Thomas, Sekjen Serikat Pekerja di Pulau Christmas sekaligus otoritas di kawasan Pulau Christmas, mengklaim bahwa 90 persen penduduk di Pulau Christmas mendukung usulan dihidupkannya kembali fasilitas perjudian di wilayah mereka.
Adalah Frank Woodmore, pengusaha properti asal Perth, Australia, yang menggagas pertama kali fasilitas kasino di Pulau Christmas, pada pertengahan tahun 80-an.
Saat itu, tahun 1981, Pemerintah Indonesia menutup tiga lokasi perjudian berizin, dengan alasan kehadiran fasilitas perjudian tidak sesuai dengan citra masyarakat Indonesia yang mayoritas Muslim.
Maka, dengan jarak Jakarta yang hanya satu jam penerbangan saja ke Pulau Christmas, maka pembangunan kasino dan rumah penginapan di tempat itu memberikan posisi unik untuk menarik kalangan elite pengusaha dan penjudi besar asal Indonesia maupun kawasan lain di Asia.
Jumlah pelancong yang mendatangi Pulau Christmas memang melonjak signifikan, pasca-dibukanya kasino dan rumah penginapan tersebut pada tahun 1993.
Yang akhirnya langsung mengubah wajah perekonomian di Pulau Christmas secara drastis, bahkan sektor bisnis swasta pun langsung meningkat pesat sebagai imbasnya.
Penulis | : | K. Tatik Wardayati |
Editor | : | K. Tatik Wardayati |
KOMENTAR