Jadi Ratu Sejak Bayi, Begini Tragisnya Kehidupan Ratu Skotlandia Mary: Disiksa Suami, Dikhianati Anak dan Saudaranya Sendiri hingga Dieksekusi Secara Kejam

Tatik Ariyani

Editor

Mary dan suami pertamanya, Dauphin Francois, calon raja Prancis.
Mary dan suami pertamanya, Dauphin Francois, calon raja Prancis.

Intisari-Online.com -Mary, Ratu Skotlandia, juga dikenal sebagai Mary Stuart, lahir dalam konflik.

Sejak awal, hidupnya dipenuhi keterpurukan dari tuntutan tahta Skotlandia hingga kematian beberapa suami.

Melansir All That Interesting, Mary baru berusia enam hari ketika dia dinobatkan sebagai ratu pada tahun 1542.

Dia juga lahir di masa yang penuh gejolak, ketika Raja Henry VIII dari Inggris menginvasi tanah airnya di Skotlandia.

Baca Juga: Konon Keji, Digambarkan Monster Gila Harta dan 'Maniak Hubungan Suami Istri', Ratu Terakhir Perancis Marie Antoinette Memiliki Sisi Lain yang Diabaikan Para Musuhnya

Namun, pada puncak perang ini, ayah Mary, Raja James V dari Skotlandia, meninggal dan Mary yang masih bayi menjadi ahli warisnya.

Sebagai cicit Henry VII dari Inggris, Mary juga berada di urutan berikutnya takhta Inggris, setelah anak-anak Henry VIII, dan karena Inggris tidak mau mengakui salah satu anak Henry VIII sebagai yang sah, Mary adalah pewaris sah takhta Inggris.

Untuk mempertahankan kekuasaannya, Henry VIII menuntut pernikahan antara bayi Mary dan putranya, Edward VI.

Tapi Skotlandia menolak. Mary pun dinikahkan dengan Pangeran Katolik Prancis dalam upaya untuk mendapatkan dukungan Prancis.

Baca Juga: Mary Pearcey, Pembunuh Licik Wanita yang Diduga Jack The Ripper, Bukti-bukti Ratusan Tahun Ini Berhasil Mengungkapnya

Dengan demikian klaimnya atas takhta Inggris ditandatangani ke Prancis.

Bagi umat Katolik, Prancis, dan Skotlandia, Mary, Queen of Scots melambangkan kesempatan untuk mengambil alih takhta Inggris.

Selama 18 tahun pertama hidupnya, Mary nyaris tidak menginjakkan kaki di Skotlandia.

Dia dilarikan ke Prancis ketika dia baru berusia lima tahun di mana dia menghabiskan 13 tahun sebagai putri Prancis dan akhirnya sebagai Ratu Prancis setelah kematian Raja Prancis Henry II.

Mary baru kembali ke Skotlandia setelah suaminya, Francis II, meninggal karena infeksi telinga, dan dirinya menjadi janda pada usia 18 tahun.

Tahta Prancis diteruskan ke saudara iparnya, Charles IX, dan Mary dikirim kembali untuk memerintah negara kelahirannya; tempat yang belum pernah dilihatnya sejak dia masih kecil.

Lebih buruk lagi, meskipun Inggris berada di bawah kekuasaan sepupu Mary, Ratu Elizabeth I, kerajaan Prancis telah menyatakan bahwa mereka hanya mengakui Mary, Ratu Skotlandia, sebagai penguasa yang sah atas Inggris.

Mary menolak menandatangani perjanjian yang mengakui Elizabeth sebagai penguasa Inggris, dan Elizabeth menolak permintaan Mary untuk mengakui dia sebagai ahli warisnya.

Baca Juga: Mati-matian Ingin Kuasai Perbatasan India Walaupun Bukan Milik Mereka, Nyatanya Tentara China Rela Lakukan Apapun, Sampai Dicurigai Lakukan Kecurangan Ini

Mary, Ratu Skotlandia berusaha menjaga perdamaian dan memenangkan cinta warga Skotlandia dengan mempromosikan toleransi beragama terhadap Protestan.

Dia bahkan menikah dengan seorang Inggris, sepupu pertamanya Lord Darnley, pada tahun 1565.

Kemungkinan, ini adalah cara baginya untuk memperkuat klaimnya atas takhta Inggris.

Namun, pernikahan itu justru menjadi awal dari mala petaka.

Lord Darnley sangat kejam dan cemburu. Dia menjadi yakin bahwa Mary berselingkuh dengan sekretarisnya, David Riccio.

Lord Darnley kemudian membunuh Riccio dengan ditikam 56 kali dan Mary yang sedang hamil besar dipaksa melihatnya.

Tetapi Darnley adalah ayah dari putra sulungnya, dan di bawah aturan Katolik, dia dilarang bercerai.

Satu-satunya cara dia bisa lolos dari Darnley adalah jika suaminya itu mati.

Pada pagi hari tanggal 10 Februari 1567, sebuah ledakan misterius di rumah Kirk o' Field di luar Edinburgh, membunuh Lord Darnley.

Baca Juga: Hulagu Khan: Kisah Cucu Genghis Khan yang Juga Seorang Penguasa Mongol di Iran Jadi Leluhur Iran Modern

Desas-desus menyebar bahwa Darnley telah dibunuh di bawah perintah Mary oleh orang kepercayaannya James Hepburn, Earl of Bothwell ke-4 dan penasihat terkemuka untuk Mary.

Bothwell dibebaskan dari tuduhan pembunuhan Darnley, tetapi keraguan yang tersisa makin diperkuat karena setelah persidangan selesai, Bothwell menikahi Ratu Skotlandia tersebut.

Pernikahan mereka dilihat oleh sebagian besar sebagai bukti bahwa keduanya telah bersekongkol dalam kematian Darnley.

Mary dikecam sebagai pezina dan pembunuh.

Hal ini menyebabkan konfrontasi antara tentara Mary dan Bangsawan Skotlandia di Carberry Hill, dekat Edinburgh, pada tanggal 15 Juni 1567.

Tentara Mary dikalahkan dan dia kemudian dipenjarakan di Kastil Loch Leven.

Suami barunya Bothwell melarikan diri ke Skandinavia di mana dia ditangkap dan dipenjarakan juga.

Putranya James, yang baru berusia satu tahun, diambil darinya dan diberikan mahkotanya.

Saat dipenjara, Mary melahirkan bayi kembar yang lahir mati.

Baca Juga: Anak Buahnya Terkenal Ekstrim hingga Tembak 5 Anggota TNI, Nyatanya Egianus Kogoya Takut Jika Berperang dengan TNI,KKB Papua Dijamin Langsung Kocar-kacir

Mary melakukan upaya singkat untuk melarikan diri dari Loch Leven.

George Douglas, saudara sipir penjara, membantunya untuk mengumpulkan pasukan kecil dan keluar dari penjara. Upaya ini digagalkan.

Mary melarikan diri ke Inggris dan dia yakin bahwa sepupunya Elizabeth akan membantunya memenangkan kembali tahtanya.

Tapi Mary salah. Ratu Elizabeth menyuruh Mary diseret ke tahanan lagi dan dilemparkan ke dalam benteng tangguh Kastil Sheffield selama 14 tahun, dan 5 tahun di berbagai benteng lainnya.

Pada tahun-tahun menjelang ajalnya, Mary memohon sepupunya untuk memaafkannya dan menunjukkan belas kasihan.

Tapi Elizabeth semakin paranoid atas mahkota dan mengabaikan permohonan Mary.

Mary akan menghabiskan 19 tahun di penangkaran di bawah sepupunya sendiri.

Dengan Mary di bawah tanggung jawabnya, Elizabeth menjadi semakin paranoid.

Ketika surat-surat mengenai persekongkolan melawan Elizabeth ditemukan antara sipir Mary dan seorang imam Katolik, Mary langsung terlibat dalam persekongkolan melawan Elizabeth sendiri.

Dia kemudian dianggap bersalah atas pengkhianatan dalam apa yang kemudian dikenal sebagai Plot Babington.

Putra Mary, yang sekarang mengejar ambisinya sendiri sebagai politisi, menyadari bahwa aliansi dengan Ratu Elizabeth I akan memastikan dirinya naik takhta setelah kematiannya.

Dia kemudian menandatangani aliansi dengan Inggris dan mulai memutuskan hubungan dengan keturunan Skotlandia-nya.

Ini termasuk menelantarkan ibunya, yang sekarang menghadapi eksekusi.

Pada 7 Februari 1587, Mary dikirim ke tiang gantungan di Kastil Fotheringhay.

“Lihatlah hati nurani Anda,” katanya di ruang sidang, “dan ingatlah bahwa teater di seluruh dunia lebih luas daripada kerajaan Inggris.”

Elizabeth menandatangani surat kematian Mary sendiri.

Mary menghabiskan berjam-jam dalam doa, tidak berhenti sampai mereka menyeretnya ke perancah di mana dia akan mati.

Dia tersenyum, di saat-saat terakhirnya. Sebelum meletakkan kepalanya di balok, dia memberi tahu algojo: "Saya harap Anda akan mengakhiri semua masalah saya."

Artikel Terkait