Intisari-online.com - Sebagai negara yang kontreversial, Israel dikecam seluruh dunia akibat keburtalannya pada Palestina.
Israel merampas dan menduduki tanah yang sebelumnya milik Palestina, untuk mendirikan negaranya.
Tak hanya itu saja pelanggaran Ham juga sering kali dilakukan oleh Israel kepada Palestina.
Alhasil, negeri Yahudi tersebut dikecam seluruh dunia, karena tindakannya yang brutal pada umat muslim Palestina.
Konflik Israel Palestina pun berubah menjadi konflik agama setelah Israel juga berulang kali melakukan pelanggaran HAM di Yerussalem, tepatnya di Masjid Al-Aqsa.
Meskipun dikecam seluruh dunia, karena pelanggaran Ham, etnis dan agama, ternyata Israel diam-diam ikut membela umat muslim di negara ini.
Menurut Middle East Monitor, pada Rabu (23/6/21), Israel menandatangani pernyataan yang disampaikan kepada Dewan Hak Asasi Manusia (UNHCR), di Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).
Pernyataan itu, mendesak China untuk mengizinkan pengamatan independen mengakses wilayah Xinjiang barat.
Di mana oleh PBB dikatakan di wilayah itu ada hampir satu juta umat Muslim Uighyur dan minoritas lainnya ditahan secara tidak sah di kamp-kamp.
Keputusan itu, yang pertama dari jenisnya oleh Israel, datang setelah tekanan dari pemerintahan Presiden AS Joe Biden, Walla News melaporkan.
Pernyataan bersama, didukung oleh Australia, Inggris, Prancis, Jerman, Italia, Jepang, Spanyol dan AS.
Mengutip laporan penyiksaan atau perlakuan atau hukuman yang kejam, tidak manusiawi dan merendahkan martabat, sterilisasi paksa, kekerasan berbasis seksual dan gender dan pemisahan paksa anak dari orang tuanya.
Beijing membantah semua tuduhan pelecehan terhadap umat Muslim Uyghur.
Mereka menggambarkan kamp-kamp itu sebagai fasilitas pelatihan kejuruan untuk memerangi ekstremisme agama.
"Laporan yang dapat dipercaya menunjukkan bahwa lebih dari satu juta orang telah ditahan secara sewenang-wenang di Xinjiang dan bahwa ada pengawasan luas yang secara tidak proporsional menargetkan orang-orang Uyghur dan anggota minoritas lainnya dan pembatasan kebebasan mendasar dan budaya Uyghur," kata pernyataan bersama itu.
"Kami mendesak China untuk mengizinkan akses segera, bermakna, dan tak terbatas ke Xinjiang bagi pengamat independen, termasuk Komisaris Tinggi," tambahnya.
Menurut laporan Walla, Menteri Luar Negeri Yair Lapid memutuskan untuk menyetujui permintaan dari Departemen Luar Negeri AS.
Untuk mendukung tindakan tersebut, setelah perdebatan panjang di Kementerian Luar Negeri tentang kemungkinan dampak dari langkah tersebut.
Namun, Israel, yang memandang China sebagai salah satu mitra dagang terpentingnya.
Jadi Israel tidak mengeluarkan pernyataan publik yang menjelaskan dukungannya atas seruan UNHCR, dalam upaya nyata untuk tidak menonjolkan diri dan menghindari kemarahan Beijing.
Sejak 2017, China telah melakukan pelanggaran besar-besaran dan sistematis terhadap Muslim yang tinggal di Xinjiang.
Dugaan erosi China terhadap agama, budaya dan hak asasi manusia untuk lebih dari satu juta etnis Muslim Uyghur di Xinjiang dalam dekade terakhir telah membuat marah negara-negara barat.
Hal ini mendorong sanksi terhadap pejabat dan perusahaan China.