Padahal Sudah Ada 'Peringatan Bahaya', China Dituduh Masih Berusaha Menutupi Kebocoran Radiasi Pembangkit Nuklir Taishan

Tatik Ariyani

Editor

Pembangkit nuklir Taishan dinyalakan pada tahun 2018
Pembangkit nuklir Taishan dinyalakan pada tahun 2018

Intisari-Online.com-Ada laporan kebocoran radiasi dari pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN) Taishan di China.

Namun, China dituduh berusaha menutupi kebocoran radiasi tersebut meski “peringatan bahaya” telah disuarakan pihak pengelola.

Perusahaan Prancis yang memiliki sebagian PLTN Taishan di provinsi Guangdong, Framatome, kemudian menghubungi Amerika Serikat (AS) untuk meminta bantuan atas kebocoran tersebut.

Mengutip Kompas.com, menurut laporan CNN pada Senin (14/6/2021), Framatome memperingatkan akan "ancaman radiologi yang akan segera terjadi".

Baca Juga: Markis Kido Meninggal Dunia, Inilah Kiprah Gemilangnya di Dunia Bulutangkis, Kalahkan Musuh China dan Sabet Medali Emas

Pada 8 Juni, pejabat AS telah dihubungi perusahaan tersebut untuk memberi tahu tentang kebocoran reaktor nuklir dan meminta bantuan agar dapat mengatasi masalah tersebut.

melansir The Sun, surat kepada Departemen Energi AS mengatakan, "Situasinya ada ancaman radiologis yang akan segera terjadi di lokasi dan kepada publik. Framatome segera meminta izin untuk mentransfer data teknis dan bantuan yang mungkin diperlukan untuk mengembalikan pabrik ke operasi normal."

Menurut memo itu, perusahaan Prancis menuduh China menaikkan batas yang dapat diterima untuk deteksi radiasi di luar pabrik Taishan.

Diduga tujuannya untuk menghindari penutupan.

Baca Juga: Inilah Rencana Gila Amerika Jika Perang Dunia III Antara China VS Amerika Terjadi, Negeri Paman Sam Berniat Musnahkan China dengan Cara Ini

Surat itu mengatakan pada 30 Mei, reaktor telah mencapai 90 persen dari batas yang diduga direvisi.

Terlepas dari peringatan yang mengkhawatirkan, pemerintahan Biden belum percaya pabrik itu berada pada "tingkat krisis", sebuah sumber mengatakan kepada CNN.

Untuk saat ini, para pejabat AS mengatakan situasi tersebut tidak menimbulkan ancaman keamanan yang parah bagi pekerja di pabrik atau masyarakat China.

Namun Dewan Keamanan Nasional AS (NSC) mengadakan beberapa pertemuan minggu lalu ketika mereka memantau situasi, menunjukkan kekhawatiran yang berkembang.

Sumber mengatakan kepada CNN dua pertemuan diadakan di tingkat deputi dan satu lagi di tingkat asisten menteri pada Jumat (11/6/2021).

Direktur Senior NSC untuk China, Laura Rosenberger, dan Direktur Senior untuk Kontrol Senjata, Mallory Stewart disebut memimpin pertemuan itu.

Baca Juga: Markis Kido Meninggal Dunia, Inilah Kiprah Gemilangnya di Dunia Bulutangkis, Kalahkan Musuh China dan Sabet Medali Emas

Menurut laporan, pemerintahan AS di bawah Joe Biden telah berbicara dengan pemerintah Prancis dan China tentang situasi tersebut.

Perusahaan Prancis, Framatome, meminta perjanjian untuk mengizinkannya berbagi bantuan teknis AS, untuk menyelesaikan masalah di pabrik China.

Menurut dokumen yang diperoleh CNN mengungkapkan, tetapi pemerintah China pada akhirnya akan memutuskan apakah pabrik perlu ditutup sepenuhnya karena kebocoran.

Artikel Terkait