Intisari-Online.com - Serangan udara Israel membombardir Jalur Gaza pada pertengahan Mei lalu menghancurkan ribuan bisnis dan rumah, menggusur lebih dari 100.000 orang di wilayah tersebut.
Sedikitnya 232 warga Palestina, termasuk 65 anak-anak, terbunuh akibat serangan udara Israel di Jalur Gaza.
Sedangkan Israel melaporkan 12 warganya, termasuk 2 anak-anak, terbunuh akibat serangan roket Hamas.
Gencatan senjata yang ditengahi oleh Mesir disepakatisetelah satu bulan meningkatnya ketegangan.
Sementara AS mengabaikan tindakan kejam Israel yang membombardir Jalur Gaza, Korea Utara justru turut muncul sebagai salah satu negara yang mengecam tindakan tersebut.
Korea Utara mengutuk Israel karena mengubah Jalur Gaza "menjadi rumah jagal manusia yang besar dan tempat pembantaian anak-anak" setelah konflik kekerasan terbaru antara Yerusalem dan Hamas.
Melansir Newsweek, Minggu (6/6/2021), dalam sebuah pernyataan pada hari Jumat, Kementerian Luar Negeri Korea Utara mengatakan "kejahatan mengerikan Israel membunuh anak-anak seperti tunas, belum berkembang, merupakan tantangan berat bagi masa depan umat manusia dan kejahatan terhadap kemanusiaan."
"Tidak berlebihan untuk mengatakan bahwa seluruh Jalur Gaza telah berubah menjadi rumah jagal manusia yang besar dan tempat pembantaian anak-anak," lanjut kementerian tersebut. "Segera setelah pemboman berakhir, [Perdana Menteri Israel Benjamin] Netanyahu dan pihak berwenang Israel berusaha menyembunyikan kejahatan mereka bahkan membunuh anak-anak."
Ia menambahkan bahwa outlet berita internasional "sangat mengutuk Israel karena terus membantai anak-anak, menunjuk Israel sebagai penyebab pengusiran warga Palestina, perluasan pemukiman ilegal dan menabur benih kebencian dengan menekan upacara doa damai mereka."
Pernyataan Korea Utara itu datang pada 4 Juni untuk menandai "tindakan agresi" Israel terhadap "sejumlah besar korban anak-anak Palestina dan Lebanon yang tidak bersalah" pada Agustus 1982.
4 Juni juga ditetapkan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa sebagai Hari Internasional Anak-anak Tak Bersalah Korban Agresi.
Korea Utara telah lama mengakui kedaulatan Palestina atas semua wilayah yang dikuasai Israel, tidak termasuk Dataran Tinggi Golan.
Pyongyang menganggap Israel sebagai "satelit imperialis" yang bertentangan dengan ideologi anti-imperialis dan anti-kolonialis rezimnya sendiri.
Selama beberapa dekade, rezim keluarga Pemimpin Tertinggi Kim Jong Un telah memihak kelompok militan Palestina termasuk Hamas.
Pada 1990-an, mantan Pemimpin Tertinggi Kim Jong Il membantu mantan duta besar Palestina untuk Korea Utara Mustafa Safarini dengan perawatan kesuburan setelah mengembangkan hubungan dekat dengan pejabat tersebut, menurut NK News.
Solidaritas Pyongyang dengan gerakan pembebasan Palestina juga telah membuat Korea Utara memiliki hubungan diplomatik dengan kawasan Arab.