Intisari-Online.com - Setelah 11 hari terjadi pertempuran sengit, akhirnyapemerintah Israel dan Gerakan Islam Hamas menyetujui gencatan senjata yang diusulkan oleh Mesir.
Gencatan senjata itu berakhir setelah243 warga Palestina, termasuk 66 anak-anak telah di Jalur Gaza tewas, dengan lebih dari 1.900 terluka termasuk 560 anak-anak.
Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu telah menerima proposal gencatan senjata yang ditengahi Mesir pada malam 20 Mei (waktu setempat).
Mereka sudah tahumengenai rincian perjanjian tersebut.
Sementara itu, Hamas dan kelompok bersenjata Jihad membenarkan bahwa gencatan senjata berlaku mulai pukul 02.00 tanggal 21 Mei (waktu setempat).
Hamas juga berjanji akan memantau gencatan senjata tersebut.
Namun jauh sebelum gencatan senjata, ternyata pemerintah Amerika Serikat (AS) Joe Bidentelah menyetujui penjualan senjatake Israel.
Tak tanggung-tanggung, penjualan senjata itu mencapai 735 juta Dolar AS (Rp10,5 triliun).
Hal itu dikonfirmasiseorang ajudan kongres kepada The Hill padaMinggu (23/5/2021).
Penjualan tersebut, yang secara resmi diberitahukan oleh Kongres pada 5 Mei 2021, telah mengkhawatirkan beberapa anggota DPR Demokrat.
Di mana mereka telah menekan pemerintah untuk membatasi dukungan militer bagi pemerintah Israel dalam menghadapi serangan yang semakin meningkat di Jalur Gaza.
Mayoritas dari kemungkinan penjualan adalah Joint Direct Attack Munitions buatan Boeing.
Itu adalah peralatan yang dapat membuat bom tak berpandu yang dijatuhkan dari pesawat menjadi peluru kendali.
Untungnya masih ada waktu apakah penjualan itu akan diterima atau ditolak.
"ASseharusnya tidak berpangku tangan sementara kejahatan terhadap kemanusiaan dilakukan dengan dukungan kami," kata Ilhan Omar, salah satu wanita Muslim pertama yang terpilih menjadi anggota Kongres.
"Akan sangat mengerikan bagi Pemerintahan Biden untuk menyerahkan $ 735 juta ke Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu tanpa pamrih."
"Dan malah membuat meningkatnya kekerasan dan serangan terhadap warga sipil," tambah Omar.
Penjualan tersebut, yang pertama kali dilaporkan oleh The Washington Post, disetujui lima hari sebelum Hamas, kelompok militan yang menguasai Jalur Gaza, mulai menembakkan roket ke Israel sebagai tanggapan atas tindakan polisi Israel di Masjid Al-Aqsa, salah satu situs paling suci dalam Islam.
Konflik itu juga diperburuk oleh sidang Mahkamah Agung tentang perintah penggusuran potensial di lingkungan yang didominasi Palestina di Yerusalem.
Tembakan roket, yang dimulai pada 10 Mei, telah disambut dengan serangan udara Israel yang telah menewaskan hampir 200 warga Palestina.
Itu termasuk lebih dari 50 anak-anak, dan meratakan beberapa bangunan Kota Gaza, yang menampung karyawan The Associated Press. dan Al Jazeera.
Krisis, yang sekarang memasuki minggu kedua, adalah yang terburuk antara kedua belah pihak sejak 2014, dan negara-negara di seluruh dunia telah menyerukan gencatan senjata segera.
Tetapi Netanyahu sempat mengisyaratkan bahwa serangan dan aksi militer Israel tidak akan segera berhenti.
Sementara itu, Pemerintahan Biden telah menyatakan bahwa Israel memiliki hak untuk membela diri terhadap Hamas.